BANDUNG – Sebanyak 25 relawan uji klinis kandidat vaksin Sinovac masih bisa positif terpapar Covid-19. Relawan tersebut terdiri dari 18 orang penerima obat kosong (plasebo) dan 7 orang lainnya telah mendapatkan dua kali vaksinasi Covid-19.
Adapun total jumlah relawan ada 1603. Jumlah tersebut berkurang 17 orang karena mereka tidak datang untuk suntikan kedua setelah ditunggu sepekan sesuai jadwal.
Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 dari Fakultas Kedokteran Unpad Kusnandi Rusmil mengungkapkan bahwa relawan tersebut terpapar saat melakukan aktivitas di luar.
Hasil itu didapatkan Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran selama tiga bulan pertama perjalanan risetnya. Kemudian telah dilaporkan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan mengantar terbitnya izin penggunaan darurat pada 11 Januari 2021.
“(Tertular) dari luar, karena kan yang ikut uji klinis banyak yang kemana-mana dan boleh kemana-mana. Kita tetap kontrol dan dia kalau ada gejala di-swab sama kita,” ujar Kusnandi di Sukajadi, Kota Bandung, Senin (18/1/2021).
Kusnadi mengatakan, gejala dari relawan yang mendapatkan vaksin termasuk dalam kategori ringan sehingga tak memerlukan perawatan. Akan tetapi, berbeda dengan kelompok penerima plasebo yang di antaranya ada yang harus dirawat.
“Yang diuji klinis boleh kemana-mana, enggak ada yang dilarang sehingga mempunyai kesempatan dapat penyakit sama dengan yang normal,” jelaa Kusnandi.
Sebelumnya, ada 1.620 relawan yang mengikuti uji klinis tahap tiga di Bandung yang berasal dari kalangan terbuka.
BPOM RI pun telah mengumumkan pekan lalu tingkat efikasi atau kemanjuran dari vaksin Sinovac ini membentuk antibodi di kisaran 65%. Angka tersebut masih berada di atas batas aman yang ditetapkan WHO, yakni 50%.
Kusnandi mengatakan, 25 relawan yang terpapar Covid-19 pun masuk ke dalam perhitungan efikasi.
“Ya itulah gunanya penelitian ada berapa yang sakit supaya kita bisa tahu berapa efikasi (kemanjuran) dari vaksin tersebut. Kan kita meneliti supaya tahu, manjur tidak vaksin saya. Jadi memang orang yang divaksin sama yang dapat plasebo itu disuruh kemana-mana supaya dia punya kesempatan bertemu orang-orang yang tertular covid, badannya kebal atau tidak,” ucap Kusnandi.
“Nanti dibandingkan yang dapat vaksin berapa, yang sakit plasebo berapa, yang sakit kemudian dihitung efikasi ketemulah 65 persen.”
“Turki kan 90 persen ke atas kalau umpamanya Brasil tadinya 75 tapi sekarang turun jadi 50 persen. Dia tinggal mengubah kriteria inklusinya aja tergantung kita menghitungnya jadi bisa berubah-ubah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kusnadi menegaskan kembali bahwa vaksin berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Meski demikian dalam beberapa kasus tertentu ada yang memiliki gangguan sehingga antibodi dari vaksin tak bisa dibentuk secara optimal.
Untuk itu Kusnadi mengingatkan, protokol kesehatan tetap harus dilaksanakan lantaran masih ada potensi tertular Covid-19.
“Contohnya orang yang makan obat-obatan tertentu atau terkena penyakit misal leukimia jadi kemungkinan tetap tertular,” kata Kusnadi.
“Kan kalau kita nyuntik itu meja satu daftar. Baru masuk meja dua ditanya penyakit yang pernah ada. Lulus meja dua ke meja tiga baru disuntik. Meja 4 tunggu 30 menit lihat reaksi.”
“Semuanya harus ikut protokol kesehatan vaksin aja kurang. Orang sudah divaksin tapi enggak ikut protokol kesehatan dia bisa menularkan penyakit ke orang lain, karena kumannya itu kan ada di baju, di leher. Sehingga setiap orang harus menjaga diri supaya tidak menularkan,” pungkasnya.