Angka Perceraian di Kota Bandung Semakin Meningkat, Kebanyakan Akibat Faktor Ekonomi

Ilustrasi perceraian. (Radar Lombok)

BANDUNG – Angka perceraian di Kota Bandung kian meningkat selama pandemi Covid-19.

Kepala Pengadilan Agama Bandung, Orba Susilawati mengatakan bahwa peningkatan itu diduga imbas dari kesulitan ekonomi selama kondisi Covid-19, dibandingkan sebelum pandemi.

Pengadilan Agama Kota Bandung mencatat hingga akhir Agustus 2021 ini, terdapat sebanyak 5.000-an lebih perkara yang masuk.

Dari perkara yang masuk, 70-75 % adalah perkara perceraian.

“Dibandingkan sebelum Pandemi Covid-19, peningkatannya (angka perceraian) sampai tujuh persen,” ungkap Orba ketika ditemui di Pendopo, Senin (6/9/2021).

Orba pun mengaku pihaknya tak memungkiri bahwa pandemi Covid-19 ini berdampak pada sektor ekonomi, seperti banyaknya yang menganggur, pengurangan tenaga kerja, dan jumlah aktivitas yang dibatasi.

Namun faktor ekonomi menjadi persoalan utama dalam goyahnya rumah tangga dan ketahanan keluarga, sehingga berakibat pada pendeknya angka pernikahan.

“Akhirnya banyak yang tidak sabar, karena memang kehidupan tetap jalan terus, maka banyak yang datang ke Pengadilan Agama,” tuturnya.

Kendati secara tidak langsung angka janda dan duda di Kota Bandung meningkat, tetapi percetaian ini tidak hanya diajukan oleh pihak perempuan, melainkan pihak lelaki juga banyak yang mengajukan.

Selain ekonomi, peningkatan angka perceraian ini juga disebabkan oleh adanya orang ketiga (yang saat ini lazim disebut pelakor dan pebinor) yang hadir dalam rumah tangga.

“Kita tidak bisa menutup kemungkinan adanya PIL (Pria Idaman Lain) dan adanya WIL (Wanita Idaman Lain). Jumlah ini tidak banyak, tapi berpengaruh,” bebernya.

Sementara rumah tangga yang kandas di Kota Bandung, masih didominasi di usia 30 sampai 40. Hal itu dipengaruhi oleh sisi emosional yang tak bisa dalam menahan sabar.

“Tidak sabar pada kondisi  yang ada sekarang, tidak sabar dengan adanya faktor x, tidak sabar dengan janji-janji,” pungkasnya.