Di balik indahnya Kota Bandung, ternyata sebanyak 96,42 persen bahan pangan kota ini seperti beras, daging, bahan pangan,
ikan, sayur, buah dipasok dari daerah lain.
Hal tersebut diakui Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung, Gin Gin Ginanjar. Oleh karena itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menginisiasi gerakan Buruan Sae sebagai upaya memunculkan kemandirian pangan melalui pendekatan masyarakat.
“Upaya yang sudah dilakukan adalah urban farming yang biasa disebut buruan sae. Support, komitmen, dan perhatian dari pimpinan yang saat itu adalah Almarhum Mang Oded (Wali Kota Bandung, Oded M. Danial) kita rasakan betul. Mulai dari menggulirkan ide, sampai diformalkan menjadi program prioritas daerah,” paparnya dalam acara Anugrah Insan Pangan dan Pertanian Kota Bandung, Rabu 26 Juli 2023.
Program Buruan Sae berbasis pendekatan keluarga dan rumah tangga yang berada di tingkat kewilayahan. Mulanya diuji coba beberapa demplot di 6 wilayah Kota Bandung. Hingga sekarang sudah ada 375 titik Buruan Sae di Kota Bandung selama 2 tahun terakhir.
“Bahkan kita mendapatkan penghargaan dari dunia dari Milan Urban Food Policy Pact (MUFPP) pada Oktober 2022. Kota Bandung dianggap memiliki terobosan yang bisa ditiru oleh banyak kota dunia,” ungkapnya.
Termasuk bidang pertanian lainnya secara umum. Ia menambahkan, dalam 3 tahun ini, Kota Bandung berhasil mengendalikan ketersediaan pangan serta menjaga mutu pangan.
“Semua ini karena banyak yang bergerak, tidak hanya pemerintah, kami merasakan betul dari hari ke hari perkembangan itu ditopang oleh insan pangan dan pertanian dari kolaborasi pentahelix,” ucapnya.
Dengan begitu ia berharap ketergantungan Kota Bandung dalam memasok kebutuhan pangan bisa berkurang dan menjadi mandiri dalam kedaulatan pangan. Bahkan ke depannya mampu mensupport daerah lain.
Menanggapi hal tersebut, Asisten Daerah 2 Perekonomian dan Pembangunan Kota Bandung, Eric M Attauriq menyampaikan, perlu ada kiat dan upaya dari semua warga Bandung untuk memastikan pasokan tetap aman terkendali.
“Per Juni ini, inflasi Year on Year (YoY) kita berada di 3,80 persen. Ini di bawah rata-rata nasional dan Jabar,” aku Eric.
Menurutnya, inflasi menjadi salah satu parameter formil berkaitan dengan daya beli masyarakat dan ketersediaan pangan di sebuah wilayah.
“Kami sangat konsen dengan ketahanan pangan ini. Apalagi dampak dari pasca Covid-19 dan geopolitik dunia, maka hal yang jadi utama adalah ketahan pangan,” tuturnya.
Ia berharap, dukungan dari para warga yang menjalankan Buruan Sae bisa semakin ditingkatkan, sehingga target ketahanan pangan di Kota Bandung bisa terwujud.
Salah satu penggiat Buruan Sae di Kelurahan Ledeng, Yadi Supriyadi menuturkan, mulanya ia hanya bergerak di bidang lingkungan. Namun, melihat potensi yang ada, akhirnya ia menggerakkan pemuda dan masyarakat sekitar Ledeng untuk membuat perubahan.
“Saya membentuk CAI (Cinta Alam Indonesia) dari tahun 2015. Lalu saat pandemi muncul di tahun 2020, kita mencobalah untuk membantu ketahanan pangan masyarakat. Kita coba ke DKPP minta bantuan bibit,” jelas Yadi.
Selama menjalankan program Buruan Sae, hasil pangan di wilayahnya bisa membantu warga yang dikarantina. Selain itu, ia juga mengembangkan maggot melalui kolaborasikan program antara pengolahan limbah organik menjadi ketahanan pakan dan pangan bagi Kota Bandung.
“Kita memanfaatkan lahan-lahan yang tidak produktif jadi produktif, seperti tempat-tempat pembuangan sampah ilegal. Kita permak menjadi ketahanan pangan di lingkungan. Kita tidak pernah menjual hasil panen, semuanya untuk masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, salah satu peraih penghargaan Kategori Buruan Sae Inspirator Peternakan Terbaik adalah Putri Puspita, Ketua Kelompok Berkebun Buruan Sae Neglasari Asri.
Ia menceritakan, timnya mendapat bantuan dari DKPP sebanyak 5 ekor ayam Sentul. Setelah dikembangbiakkan, sekarang sudah berkembang sampai jumlahnya ratusan. Bahkan sekarang sudah ada penetasan telurnya sendiri. Dagingnya pun sudah diperjualbelikan.
“Tantangannya lebih ke tempat karena kita di perkotaan dan memang tempat itu masih sangat kurang untuk mengembangbiakkan ayam,” kata Putri.
Lokasi peternakan tersebut berada di RW 7 dan RW 2 Neglasari, belakang GOR Citra. Ia juga menjelaskan, pesanan ayam di kelompok Buruan Saenya meningkat saat hari-hari raya.
“Cuman kalau biasanya pemesanan itu akan meningkat di saat-saat kayak mau Lebaran karena memang ayam kami ini ayam kampung,” akunya.
Untuk kisaran harganya, dibanderol tergantung ukuran ayam. Ada yang mulai dari Rp40.000 – Rp70.000 per ekor.
Sedangkan untuk pengeraman telur, mereka sudah memiliki alat sendiri yang suhu dan semua kebutuhannya telah diatur. Namun, karena tempatnya yang kurang memadai, penetasan telur pun berlokasi di kantor kelurahan.
“Hasil ini sebagian juga dibagikan ke masyarakat yang membutuhkan seperti ada beberapa yang memang misalkan ada programnya dari kelurahan seperti untuk stunting dan lansia tidak kita jual kita berikan,” imbuhnya.