BPJS Kesehatan Akan Naikkan Iuran di 2025, Berikut Penjelasannya

Photo / Website Resmi BPJS Kesehatan

BANDUNG – Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, iuran untuk peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan mengalami kenaikan.

Rencana ini direncanakan berlaku pada pertengahan 2025, seiring dengan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di seluruh rumah sakit.

“Kenaikan iuran ini akan diumumkan pada akhir Juni atau awal Juli 2025. Kami akan menentukan berapa besar iuran yang diperlukan, serta manfaat dan tarif yang akan disesuaikan,” ungkap Ali dalam wawancara di Jakarta, seperti dilansir dari Kompas.id pada Senin (11/11/2024).

Defisit BPJS Kesehatan Menjadi Pemicu Kenaikan Iuran

Menurut Ali, kenaikan ini diperlukan untuk menanggulangi defisit yang terus meningkat antara klaim manfaat dan iuran yang diterima BPJS Kesehatan.

Pada periode Januari hingga Oktober 2024, defisit tercatat mencapai Rp 12,83 triliun, yang memaksa pihak BPJS untuk mempertimbangkan opsi penyesuaian tarif guna memastikan keberlangsungan program JKN.

Ali menambahkan bahwa tanpa penyesuaian iuran, BPJS Kesehatan berisiko gagal bayar klaim peserta setelah tahun 2026.

Penerapan tarif baru tersebut sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, yang mengatur perubahan ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Pasal 103B ayat (8) dalam Perpres tersebut menyebutkan bahwa penetapan manfaat, tarif, dan iuran BPJS Kesehatan harus dilakukan paling lambat pada 1 Juli 2025.

Sementara itu, fasilitas ruang perawatan KRIS di rumah sakit akan diterapkan sepenuhnya paling lambat pada 30 Juni 2025.

Peningkatan Pemanfaatan Layanan BPJS Kesehatan

Sejak pertama kali diluncurkan, program JKN menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2014, jumlah peserta JKN tercatat 133,4 juta, dan pada Oktober 2024 jumlahnya meningkat menjadi 276,5 juta.

Namun, hanya sekitar 18 persen atau sekitar 50 juta peserta yang aktif membayar iuran.

Hal ini menyebabkan beban pembiayaan program JKN semakin berat, dengan biaya jaminan kesehatan yang meningkat drastis dari Rp 42,6 triliun pada 2014 menjadi Rp 158,85 triliun pada 2023.

Pada tahun 2024, total biaya jaminan kesehatan telah mencapai Rp 146,28 triliun hingga Oktober, sementara total iuran yang terkumpul hanya sekitar Rp 133,45 triliun.

Hal ini memicu defisit yang semakin besar, yang diperkirakan dapat mencapai Rp 20 triliun pada akhir tahun ini.

Rincian Besaran Iuran BPJS Kesehatan yang Berlaku

Meski ada rencana kenaikan iuran pada 2025, berikut adalah rincian besaran iuran BPJS Kesehatan yang masih berlaku berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020:

1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI): Iuran untuk peserta PBI dibayar oleh pemerintah setiap bulan. PBI adalah kategori peserta yang masuk dalam kelompok miskin dan tidak mampu.

2. Pekerja Penerima Upah (PNS, TNI, Polri, Pejabat Negara): Iuran untuk peserta dari kategori ini sebesar 5% dari gaji bulanan, dengan rincian 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.

3. Pekerja Penerima Upah (BUMN, BUMD, Swasta): Besaran iuran juga 5% dari gaji, dengan ketentuan yang sama, yaitu 4% dibayar pemberi kerja dan 1% oleh peserta.

4. Keluarga Tambahan Pekerja Penerima Upah: Iuran untuk anggota keluarga tambahan (anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu, mertua) adalah 1% dari gaji per orang per bulan.

5. Peserta Bukan Pekerja:
– Kelas 3: Rp 42.000 per orang per bulan (Rp 35.000 dibayar peserta, Rp 7.000 dibayar pemerintah).
– Kelas 2: Rp 100.000 per orang per bulan.
– Kelas 1: Rp 150.000 per orang per bulan.

6. Veteran dan Perintis Kemerdekaan: Iuran bagi veteran dan perintis kemerdekaan, serta janda, duda, atau anak yatim piatu dari veteran/perintis kemerdekaan adalah sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, yang dibayar oleh pemerintah.

Kenaikan iuran yang akan datang diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program JKN, agar lebih banyak masyarakat yang dapat merasakan manfaat layanan kesehatan yang berkualitas tanpa terkendala masalah pembiayaan.