Fenomena #KaburAjaDulu: Cerminan Keresahan Generasi Muda dan Bentuk Protes Terhadap Negara

Photo / Titktok @reynitra

BANDUNG — Media sosial tengah diramaikan dengan tagar #KaburAjaDulu yang mencerminkan keresahan generasi muda terhadap kondisi ekonomi, politik, dan sosial di Indonesia.

Tren ini bukan sekadar ajakan untuk pindah negara, tetapi juga menjadi simbol ketidakpuasan terhadap realitas dalam negeri yang semakin sulit.

Sejak pertama kali muncul di platform X pada Desember 2024, #KaburAjaDulu awalnya menjadi ruang diskusi yang produktif.

Banyak pengguna berbagi pengalaman dan informasi mengenai peluang kerja di luar negeri, beasiswa, serta tantangan hidup di negara lain.

Namun, dalam perkembangannya, tren ini mengalami pergeseran makna, seperti dilansir dari laman Tirto.id kini tagar tersebut lebih banyak digunakan sebagai bentuk protes terhadap kondisi dalam negeri yang dinilai tidak memberikan harapan bagi generasi muda.

Berbagai faktor menjadi pemicu maraknya tagar ini, mulai dari lonjakan harga kebutuhan pokok, tekanan pajak yang meningkat, serta minimnya lapangan pekerjaan yang layak.

Selain itu, berbagai isu seperti korupsi di pemerintahan, kualitas pendidikan yang rendah, permasalahan lingkungan, serta meningkatnya angka kriminalitas turut memperparah rasa frustasi anak muda Indonesia.

Kondisi ini membuat #KaburAjaDulu tidak hanya sekadar tren media sosial, tetapi juga kritik tajam terhadap berbagai permasalahan sistemik yang belum teratasi.

Dampak #KaburAjaDulu terhadap Brain Drain

Maraknya tren #KaburAjaDulu berkaitan erat dengan fenomena brain drain, di mana tenaga kerja terampil memilih untuk hijrah ke luar negeri demi masa depan yang lebih baik.

Fenomena ini semakin relevan dengan kondisi ketenagakerjaan Indonesia saat ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2024 tercatat sebanyak 7,47 juta penduduk usia produktif masih menganggur.

Sementara itu, rata-rata gaji pekerja di Indonesia hanya sekitar Rp3,27 juta per bulan, angka yang masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Kombinasi dari keterbatasan peluang kerja dan rendahnya tingkat kesejahteraan membuat tenaga kerja berbakat lebih memilih untuk mencari kesempatan di negara lain.

Jika tren ini terus berlanjut tanpa respons konkret dari pemerintah, Indonesia berisiko mengalami kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul.

Dampaknya bisa meluas ke berbagai sektor strategis, mulai dari perlambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan investasi, hingga meningkatnya kesenjangan sosial dan pendidikan dibandingkan negara lain.

Namun, tidak semua pihak melihat fenomena ini sebagai ancaman.

Beberapa pengamat menilai bahwa brain drain yang dikelola dengan baik dapat membuka peluang transfer ilmu dan teknologi dari diaspora Indonesia di luar negeri.

Dengan ekosistem yang tepat, para talenta ini dapat kembali dan berkontribusi untuk membangun tanah air.

Tingginya animo generasi muda terhadap #KaburAjaDulu menjadi pengingat bahwa ada urgensi bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih kompetitif.

Jika tidak, gelombang migrasi tenaga kerja berkualitas ini akan terus berlangsung, dan dampaknya bisa dirasakan dalam jangka panjang.