Kasus DBD di Indonesia Mencapai 88 Ribu, Bandung ‘Sumbang’ Kematian Terbanyak

Ilustrasi DBD

BANDUNG – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, pasien demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia mengalami peningkatan. Tercatat sepanjang 2024, kasus mencapai 88.593!

Angka ini merupakan peningkatan tiga kali lipat dibandingkan pada 2023 lalu. Di mana tahun lalu itu, Kemenkes mencatat kasus berjumlah 28.579.

Secara rinci, dari 88 ribu kasus tersebut, sudah terdapat 621 kematian. Kota dan Kabupaten Bandung memimpin jumlah kasus terbanyak, dan kematiannya tertinggi.

Ada lima daerah dengan kasus tertinggi, antara lain Kota Bandung 3468 kasus, Kabupaten Tangerang 2540 kasus,⁠ ⁠⁠Kota Bogor 1944 kasus, Kota Kendari 1659 kasus lalu Kabupaten Bandung Barat 1576 kasus. Sementara lima kota/kabupaten kematian tertinggi yakni Kabupaten Bandung 29 kematian, Kabupaten Jepara 21 kematian, Kota Bekasi 19 kematian, Kabupaten Subang 18 kematian dan Kabupaten Kendal 17 Kematian.

Sementara berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2023, kasus DBD secara global telah meningkat tajam selama dua dekade terakhir.

Dari tahun 2000 – 2019, tangan PBB itu mendokumentasikan peningkatan sepuluh kali lipat kasus yang dilaporkan di seluruh dunia, dari 500 ribu menjadi 5,2 juta!

Untuk diketahui, tahun 2019 menandai puncak yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan kasus-kasus yang dilaporkan menyebar di 129 negara.

Lalu setelah terjadi sedikit penurunan kasus antara tahun 2020-2022 akibat pandemi Covid-19, tingkat pelaporan melonjak di 2023 secara global. Hal itu ditandai dengan peningkatan signifikan dalam jumlah, skala, dan peningkatan kasus secara simultan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menyebut beberapa faktor penyebab DBD semakin meningkat.

“Ini karena Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan (gerakan) 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur) yang tidak optimal dilakukan. Selain faktor manusia faktor lingkungan dan vektornya dalam hal ini nyamuk, yang juga siklus kehidupan dipengaruhi situasi alam,” ujarnya, melansir dari CNBC Indonesia, Kamis (2/4/2024).

“Artinya dengan ada El Nino, pergeseran musim pancaroba dan curah hujan, iklim berubah, pasti siklus nyamuk terjadi. Sehingga lebih pendek siklus dari larva menjadi nyamuk dewasa. Jadi makin cepat perkembangan nyamuk,” paparnya.