Kementerian HAM Usulkan SKCK Dihapus, Ini Respons dari Polri

Photo / Ilustrasi Permohonan SKCK

BANDUNG — Usulan penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai syarat melamar pekerjaan menuai perdebatan.

Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) menilai dokumen ini berpotensi menghambat hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan, sementara Polri menegaskan bahwa SKCK tetap menjadi bagian dari layanan mereka bagi masyarakat.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan bahwa SKCK memiliki peran dalam meningkatkan keamanan bagi perusahaan dalam merekrut pekerja.

“SKCK ini kan merupakan bentuk pelayanan kami untuk masyarakat. Semua masyarakat yang ingin membuat SKCK akan tetap kami layani,” ujarnya di Bareskrim Polri, Jakarta, seperti dilansir dari Bisnis.com, Senin (24/3/2025).

Menurutnya, SKCK menjadi catatan baik atau buruknya seseorang dalam sistem kepolisian dan membantu pengawasan serta pengendalian keamanan.

Di sisi lain, Kementerian HAM mengusulkan agar SKCK dihapus karena dianggap mempersempit peluang kerja bagi mantan narapidana.

Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM, Nicholay Aprilindo, menyebut bahwa surat usulan tersebut telah ditandatangani oleh Menteri HAM Natalius Pigai dan dikirim ke Mabes Polri pada Jumat lalu.

“Alhamdulillah tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis,” katanya, dikutip dari Antara, Senin (24/3/2025).

Usulan ini muncul setelah Kementerian HAM melakukan pengecekan ke sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas).

Dalam kunjungan tersebut, ditemukan bahwa beberapa mantan narapidana kembali dipenjara karena kesulitan mendapatkan pekerjaan akibat persyaratan SKCK.

Bahkan, meskipun mereka bisa mendapatkan SKCK, tetap ada keterangan yang mencantumkan status mereka sebagai mantan narapidana, yang kerap menjadi penghalang dalam mendapatkan pekerjaan.

“Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup. Bahkan, mereka berpikiran bahwa mereka mendapatkan hukuman seumur hidup karena tidak bisa untuk hidup yang baik, layak, maupun normal karena terbebani oleh stigma sebagai narapidana,” ujar Nicholay.

Menanggapi usulan ini, Polri menyatakan akan melakukan kajian lebih lanjut sebelum mengambil keputusan. “Tentunya ini menjadi masukan dan akan kami kaji dulu ya,” kata Trunoyudo.