Perda Tentang Kebudayaan Harus Disosialisasikan, DPRD Kota Bandung: Agar Bisa Dimanfaatkan Oleh Organisasi Kebudayaan

Perda Tentang Kebudayaan Harus

BANDUNG – Anggota DPRD Kota Bandung Yoel Yosaphat mengatakan, Peraturan Daerah (Perda) Pemajuan Kebudayaan yang telah disahkan tahun 2023, masih harus ditingkatkan. Pasalnya, masih banyak organisasi-organisasi kebudayaan yang belum mendapatkan manfaat dari Perda tersebut.

Padahal tujuan dari pembuatan Perda Pemajuan Kebudayaan itu untuk menjamin para pelaku seni dan budaya hidup lebih baik. Namun ternyata, masih saja ada orang-orang atau organisasi kebudayaan yang minta pertolongan.

“Ke saya masih ada, ke Disbudpar juga, tapi enggak ada anggaran, artinya kan ada yang miss. Dimana ada aturan, penganggarannya enggak ada. Enggak ada buat bantuin. Simple-nya ada sebuah organisasi tidak hanya membikin acara di dalam dan di aanggar, tapi bagaimana memperkenalkan kebudayaan atau kesenian Kota Bandung ke luar supaya terkenal dan orang luar tertarik, hal ini belum dipersiapkan,” ujar Yoel

“Mungkin aturannya sudah ada, tetapi untuk teknis bagaimana perwal dan segala macemnya ini masih belum maksimal,” tegas Yoel yang saat itu menjadi Ketua Pansus Pemajuan Kebudayaanm

Dikatakannya, ada dua poin penting dari Perda itu. Pertama, orangnya atau pelaku seni dan budaya. Kedua, esensi kebudayaan. “Untuk orangnya jelas bagaimana pelaku seni dan kebudayaan bisa hidup lebih baik, mendapat pekerjaan lebih baik,” tuturnya.

Politisi PSI ini menyebut perlunya dilakukan pengaktivasian kegiatan budaya lebih banyak lagi. Bagaimana budaya di Kota Bandung itu diaplikasikan, sehingga terintegrasi dengan kebijakan.

“Saya pernah bilang, orang berpakaian adat sunda ke Kota Bandung pada waktu tertentu akan mendapat kerja sama dengan mall, diskon tertentu, ya hal-hal tersebut agar budaya ini semakin dikenal masyarakat luas dan lebih disukai. Nah ini budayanya masih harus ditingkatkan begitupun perhatian pada pelakunya masih kurang,” keluhnya.

Sepengetahuan Yoel, sanggar seni kebudayaan di kota kembang jumlahnya ratusan, tetapi yang aktif hanya sebagian. Untuk aktivasi dari sanggar tersebut ada yang pas-pas an, ada yang bagus dan, ada juga yang susah. Semuanya minta tolong dan harus diakomodir dinas.

“Seharusnya dinas plus stake holder bergabung, baik itu dengan perusahaan, pariwisata, hotel dan sebagainya, sayang ini belum maksimal sehingga masih banyak sanggar, pekerja seni, pelaku budaya kesusahan mendapat bantuan dari dinas pemerintah,” ujarnya.

Sedang soal anggaran, kata Yoel, kemungkinan ada namun anggaran tidak bisa dikeluarkan saat dibutuhkan, tapi diajukan terlebih dahulu dan akan hadir di tahun berikutnya sehingga menyulitkan pelaku seni dan budaya mendapat bantuan kala itu.

“Dinas belum siap untuk itu, harus prepare. Bagaimana jika ada sanggar seni, masyarakat kebudayan butuh, nah itu harus dipikirkan oleh dinas. Mereka bisa dibina sehingga terus jalan, kita berharap dengan perda ini kondisi ekonomi bisa diperbaiki dan ini menjadi PR makanya anggaran harus cukup. Lalu bagaimana aktivasi kebudayaan seni, event agar berjalan, sektor pariwisata dan lainnya. Karena bagaimana mau bikin karya seni bagus kalau makan saja mereka susah,” ungkapnya.

Masih menurut Yoel untuk mengakomodir semua, baiknya event dilakukan tidak hanya 1 atau 2 kali saja karena jika begitu maka saat klasifikasi pelaku seni budaya terbaik yang akan terus ditampil alias tak bisa bergilir. Idealnya event dilakukan banyak dan tidak hanya tampil di tengah kota saja namun sampai ke kecamatan.

Lanjutnya, agar bisa aktif maka kerjasama dengan stake holder atau perusahaan setempat harus dilakukan. Selain itu dinas pun harus memiliki database yang benar, sehingga penyaluran talent bisa dilakukan dan tepat.

“Ketika database sanggar banyak, bisa kerjasama dengan hotel, bisa diperbanyak acara, konser pun bisa memasukan budaya, baik itu saat opening atau closeing konser. Event di mall biasa ada lomba-lomba modern dance, tradisional dance kan, mau tidak mau itu memaksa pelaku seni aktif. Dengan kolaborasi banyak chanel bisa didapat,” tuturnya.

Masih kata Yoel, kendati dalam perda tidak ada sanksi, namun pihaknya terus mengingatkan pihak pemkot agar segera perda dijalankan.

“Kebudayaan ini bukan kelihatan secara bangunan fisik ya, seperti jalan, banjir, sampah kelihat tapi kalau budaya itu terlihat saat masyarakat mempertanyakan apakah budaya ini masih ada atau sudah gak ada. Kita ini berkompetisi dengan budaya luar negeri juga loh, maka perlu ada kesadaraan dan konsen hal ini. Di rapat komisi, rapat banggar, ada pertemuan wali kota dan sekda diingatkan hal ini. Walau kita tahu perwal gak gampang, bisa setahun atau dua tahun, kadang kita update perda baru perwal belum juga terbit,” tandasnya.

Keluhan para pelaku sendiri yakni lebih pada sarana prasarana, dimana akses gedung yang akan dipakai terbatas. Hanya aja di timur dan di tengah kota atau Mayang Sunda, padahal banyak akses ke tempat publik lain milik pemkot, misal dengan kerjasama pemkot bisa mengusahakan para pelaku budaya masuk ke mall-mall, tiap minggu rutin tampil disana.

“Kalau didewan kamis ada penampilan kebudayaan. Saya pernah kebandara Jogya, disitu ada orang menari pakai musik, tari daerah di atas stage ada kotak agar orang bisa donasi. Saya kira disitu saja orang bisa dapat kehidupan, dapat pekerjaan. Terus orang tarian apa itu, dapat informasinya karena ada semacam papan informasi tarian didepannya. Nah kalau mereka dikasih kesempatan perfom begitu gak dibayar bandara pun cukup, asal ada kotak untuk orang bisa berdonasi, tinggal dibikin bagus dan tertib,” ucapnya.

Untuk Kota Bandung sendiri kata Yoel, terjadi di jalan-jalan Asia Afrika, banyak orang kreatif pakai cosplay untuk menyalurkan hoby juga mencari uang.

“Tapi kan itu tergantung keinginan pasar. Kalau dari kebudayaan kita tarian daerah, alat musik daerah harus diarahkan, ditaro, dibikin bagus, disana live performance ada kotak untuk donasi. Di mall juga bisa, gak perlu dikasih ruangan, ada tanda sedang performance itu sudah menghargai sehingga gak cuma setitik, bisa ada tiga empat titik di tiap mall, nah itu kan lumayan banget. Lalu ada informasi untuk orang yang melihat dan minat belajar bisa daftar kemananya, jangan kaya sekarang kalau mau belajar tari jaipong harus browsing. Dari ribuan orang pasti ada yang nyangkut!, musik selain angklung kan ada yang lain-lain juga nah itu kan yang belum popular gimana, nah itu bisa diusahakan,” ujarnya mengakhiri.