BANDUNG – Perda Bangunan Gedung sudah disahkan sejak tahun 2022 sayangnya terkait dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau dulu disebut Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) ternyata masih kurang tersosialisasikan. Sehingga masyarakat yang mengajukan PBG masih rendah.
“Banyak warga yang beranggapan daripada susah bikin PBG mending bangun duluan saja lah,” ujar Juniarso Ridwan di Balaikota, Rabu (16/10/2024).
Selain itu sejak diberlakukan perda ini petugas yang berhak melakukan pengawasan ternyata di lapangan hampir tidak ada. Pasalnya, penilik bangunan gedung di organisasi perangkat daerah (OPD) belum ada yang dilakukan pelatihan.
“Seharusnya perlu ada pelatihan semacam bimtek, disiapkan. Jadi yang melakukan pengawasan itu istilahnya penilik bangunan gedung. Sekarang hanya sporadis, tidak ada tindakan yang optimal,” keluhnya.
Karenanya politisi Golkar ini meminta pemerintah kota agar lebih maksimal lagi melakukan sosialisi dan edukasi perda PBG ini.
Juniarso juga menyayangkan Pemkot Kota Bandung terkhusus Dinas Cipta Karya, Bina Kontruksi dan Tata Ruang belum menyusun big data tentang perijinan bangunan.
“Selain pengajuan masyarakat rendah, big data perijinan pun belum ada. Ini karena respon pemda-nya kurang, jadi big data tentang sebaran bangunan, jumlah bangunan itu berapa persen yang berijin ini belum ada. Perlu disusun big data oleh cipta bintar, karenanya pelanggar merasa bebas,”imbuhnya.
Lebih jauh Juniarso pun menyampaikan bahwa Pemkot Bandung belum memiliki auditor bangunan.
“Jadi seperti ini ada orang membangun dari sisi kontruksi aman tidak? Tidak bisa dipastikan, jadi hanya secara visual saja terlihat, tapi bagaimana keamanannya, kontruksinya, apakah penulangan-nya sudah benar, pembetonan-nya sudah benar, pembuatan pondasi sudah benar, ini belum ada,” ungkapnya.
“Seharusanya ada, untuk bangunan gedung yang besar memang ada tim penilai bangunan, ada tim ada arsiteknya, kontruksi tapi untuk yang kecil seperti pemukiman yang menyebar ini belum ada,” tuturnya.
Padahal kehadiran auditor sendiri berdasarkan amanat menteri PUPR no 15 tahun 2018, mengenai penilik bangunan atau building inspektur.
Alasan dibuatkan perda PBG itu sendiri guna memberikan kepastian hukum, legalitas bangunan terjamin, kenyamanan, ketenangan, dan keamanannya bagi pemilik gedung, sehingga betul-betul terjamin oleh pemerintah.
Tetapi masalahnya ini peraturan baru di masyarakat sehingga perlu ada sosialisasi yang lebih intensif. IMB atau PBG ini lebih pada persetujuan artinya inisiatif masyarakat.
Masih kata Juniarso, yang kemudian jadi permasalahan yakni sarana prasarana. Dan ia akui, tidak semua wilayah sudah terbangun akses jalan atau drainase.
“Ya jadi ada memang satu kawasan jalannya sudah ada dan ada juga yang belum. Kemudian juga drainase saluran, penggelontoran. Ada kalanya ada permohonan untuk dibangun rumah tetapi disana belum dibangun jalan dan drainase kan ini sulit. Karena jalan dan drainase harus dibangun pemerintah sebetulnya tapi kalau untuk kepentingan pengembang perumahan nanti si pengembang ini menyediakan baik itu jalan, drainase, taman lingkungan dan sebagainya,” bebernya.
Kadaluarsa PBG sendiri kata Juniarso, sebenarnya harus diperbaharui setiap melakukan pembangun terutama bila berubah semisal menambah lantai dari pembangunan awal.
Namun perlu diingat berdasarkan tata ruang peruntukan rumah tinggal tidak bisa digunakan usaha. Karena jika tidak sesuai peruntukan maka ijin susah keluar.
Lebih jauh kata Juniarso, diperlukan juga pendampingan online atau sistem digital untuk masyarakat saat mengajukan PBG. Sedang untuk offline jangan ada kontak dengan petugas karena bisa menjadi masalah.
Selain kendala-kendala tersebut, Juniarso menyayangkan sejak perda ini kepastian hukum atau tindak lanjut surat bukti kepemilikan gedung ini belum ada yang terbit.
“Perda perlu ada tindak lanjut, perincian, breakdown dari perda itu berupa perwal, supaya pengaturan teknis ada panduannya penilik bangunan auditor belum ada,” tutupnya.