BANDUNG – Shell Indonesia dikabarkan tengah merencanakan penutupan seluruh jaringan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia.
Salah satu faktor yang diduga menjadi alasan di balik keputusan ini adalah dampak dari akuisisi kilang Shell di Singapura oleh PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), yang dilakukan melalui perusahaan patungan bersama Glencore.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas), Moshe Rizal, mengonfirmasi kabar tersebut.
Menurutnya, informasi ini terungkap setelah Moshe Rizal, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas), menyatakan bahwa persaingan di sektor energi semakin menantang bagi perusahaan asing, terutama karena dominasi Pertamina.
“Mayoritas pasar SPBU dikuasai Pertamina. Saya tidak heran kalau Shell kesulitan berkembang. Kompetisi di sini sangat berat,” kata Moshe, seperti yang dikutip dari Liputan6.com.
Hal ini menyebabkan posisi Shell dalam bisnis ritel BBM menjadi kurang bersaing jika dibandingkan dengan perusahaan negara tersebut.
Selain itu, secara global, Shell tampaknya sedang mengalihkan fokus bisnisnya dari sektor hilir ke sektor hulu, termasuk mengurangi kegiatan operasional di Asia Tenggara.
Langkah ini selaras dengan strategi global Shell yang bertujuan untuk menurunkan emisi karbon sambil tetap menjaga profitabilitas perusahaan.
Ia juga menambahkan bahwa kualitas BBM Pertamina kini semakin membaik, berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika performa bahan bakar Shell lebih unggul.
Fokus Shell Pada Sektor Hulu
Secara global, Shell Plc tengah mengurangi fokus pada sektor hilir (downstream) dan lebih mengutamakan investasi di sektor hulu (upstream).
Tujuan dari perubahan ini adalah untuk menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) dalam proses produksi mereka, sejalan dengan inisiatif iklim global yang diikuti oleh Shell.
“Shell berusaha mengurangi dampak CO2 per barel ekuivalen, namun di saat yang sama, mereka tetap mempertahankan margin keuntungan di sektor hulu,” jelas Moshe seperti dilansir dari laman Liputan6.
Sebagai bagian dari strategi ini, Shell telah menjual beberapa kilang petrokimia di Asia Tenggara, termasuk kilang di Singapura yang diakuisisi oleh PT Chandra Asri Pacific Tbk.
Rencana Shell di Indonesia
Walaupun menghadapi tantangan besar di sektor SPBU, Shell tetap menunjukkan komitmennya di Indonesia dengan membangun pabrik grease pertama di Marunda, Bekasi. Pabrik ini akan melengkapi fasilitas pelumas yang sudah ada sebelumnya dengan kapasitas produksi hingga 12 juta liter per tahun.
“Proyek ini menunjukkan komitmen kami untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang terus berkembang,” kata Jason Wong, Global Executive Vice President Shell Lubricants.
Pabrik ini nantinya akan memproduksi pelumas premium seperti Shell Gadus, yang digunakan dalam berbagai sektor industri, termasuk manufaktur, konstruksi, dan pertambangan.
Hingga kini, Shell Indonesia belum memberikan konfirmasi resmi mengenai kabar rencana penutupan SPBU mereka.
Penutupan SPBU di Sumatra
Sebagai bagian dari restrukturisasi, Shell Indonesia telah menutup 9 SPBU di Sumatra Utara sejak 1 Juni 2024.
Sebelumnya, Shell Indonesia mengoperasikan 215 SPBU di seluruh Indonesia, termasuk di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatra Utara.
Ingrid Siburian, Managing Director Mobility Shell Indonesia, menjelaskan bahwa keputusan ini sejalan dengan strategi global perusahaan untuk fokus pada produk yang memiliki nilai tambah dan emisi yang lebih rendah.
Shell juga akan memfokuskan diri pada penyederhanaan dan efisiensi operasional bisnis.
Di tingkat global, Shell Plc juga berencana untuk menutup hingga 1.000 SPBU pada 2025, seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Shell merencanakan untuk mendivestasikan 500 SPBU, termasuk usaha patungan, setiap tahunnya pada 2024 dan 2025.
Keputusan ini juga dipengaruhi oleh penurunan margin yang diperoleh Shell dari bisnis kilangnya pada kuartal III-2024, yang mencatatkan penurunan sebesar 29% menjadi US$5,50 per barel.
Selain itu, perusahaan diperkirakan mengalami kerugian di sektor bisnis kimia, mencerminkan dampak pelemahan ekonomi global.