BANDUNG – Rektor Universitas Islam Bandung (Unisba), Edi Setiadi menyesalkan dengan insiden saat pembubaran massa aksi penolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law oleh kepolisian hingga beberapa fasilitas kampus rusak.
Edi menilai, petugas kepolisian cukup berlebihan saat pembubaran massa aksi yang berlarian ke area Unisba.
Menurutnya, hal itu tak patut dilakukan aparat penegak hukum ketiga menjalankan fungsinya.
Sebelumnya, Rektor Unisba telah melayangkan surat pengaduan yang ditujukan kepada Kapolda Jawa Barat.
Dalam surat itu Edi menjelaskan, bahw ada anggota polisi yang menembakkan gas air mata hinga terdengar ledakan yang mengarah ke dalam kampus Unisba. Terlebih, kejadian itu telalh memecahkan kaca pos penjagaan Unisba.
Edi juga menyangkan ada petugas kepolisian yang terekam dalam CCTV tengah melakukan tindakan tak patut terhadap Satpam Unisba.
“Pada surat kami yang pertama kepada polda dikatakan bahwa kami merasa keberatan dengan tindakan berhubungan dari aparat ke mahasiswa, nanti surat kami akan dikirimkan kembali,” ungkap Edi dalam sesi jumpa pers di Unisba, Sabtu (10/10/2020).
Dalam press conference itu, Prof Edi pun menyebutkan enam poin utama dalam surat yang dilayangkan ke Polda Jabar yang diharapkan menjadi perhatian dari institusi pemerintah yang memiliki slogan Melindungi, Mengayomi, dan Melayani Masyarakat tersebut.
Berikut tim Infobandungkota.com merangkum 6 point dalam surat tersebut:
1. Bahwa tindakan seperti apapun polisi yang menangani unjuk rasa mahasiswa termasuk di dalamnya kampus UNISBA yang melakukan tindakan berlebihan sehingga menyebabkan kerusakan fasilitas kampus sungguh suatu perbuatan yang tidak patut dilakukan oleh aparat dan oknum dalam rangka menjalankan fungsinya, karena fasilitas kampus tidak ada kaitannya dengan objek dari pelaksanaan tindakan polisi orien tersebut.
2. Bahwa penegak hukum polisi harus juga perhatikan kode etik penegakan hukum, salah satunya adalah kapan seorang penegak hukum menggunakan pos kekuatan kemudian juga memperhatikan prinsip-prinsip jasa tentang penggunaan kekuasaan dan senjata dalam penegakan hukum oleh aparat apapun serta uha. Dari hukum tadi maka kerusakan pada fasilitas kampus serta pemukulan terhadap anggota dalam kampus tidaklah dibenarkan karena polisi tidak dalam keadaan bahaya, jadi tidak ada hal yang membahayakan anggota kepolisian sehingga penggunaan tindakan itu tidak perlu.
3. Kami sangat menyesalkan dan “meminta perhatian” dari pimpinan Polri bahwa praktik tindakan polisioner tersebut jangan menjadi kebiasaan dan dianggap sebagai jadi tindakan biasa karena tidak sesuai dengan fungsi dan tugas kepolisian yang bersifat mengayomi dan melindungi masyarakat.
4. Bahwa telah terjadi penyelesaian dengan pihak yayasan UNISBA, kamipun paham bahwa itu salah satu kejadian dalam sebuah kejadian tetapi kami memohon untuk adanya persamaan di depan hukum dan sekaligus menjalankan praktik-praktik musyawarah tersebut kami menghimbau agar kepolisian dapat menerapkannya juga kepada seluruh mahasiswa dari perguruan tinggi manapun yang sampai saat ini masih menjalani proses hukum di kepolisian.
5. Kami juga percaya bahwa kepolisian akan menjadi kelalaian dan abdi utama negara dan tetap berpegang teguh terhadap Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 undang-undang kepolisian yang dengan tegas mengatakan tugas pokok polisi;
(1). Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
(2). Menegakan hukum,
(3). Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayan kepada masyarakat.
Kami megutus point ketiga itu dijalankan kepolisian.
6. UNISBA sebagai kompan bangsa akan tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan tinggi yang bersama-sama komponen bangsa lainnya ikut bersama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa.