Tea Fest 2025 Usung Semangat Teh Rakyat, Angkat Derajat Petani Lewat Inovasi dan Kolaborasi

BANDUNG — Bandung kembali jadi rumah bagi gelaran teh terbesar di Indonesia: Tea Festival 2025 atau Tea Fest 2025.

Bertempat di Bandung Indah Plaza Kota Bandung, acara ini berlangsung selama lima hari, mulai 15 hingga 20 Juli 2025.

Ketua Penyelenggara Tea Fest 2025, Arys Buntara, menyebut bahwa festival ini bukan sekadar pameran produk, melainkan bentuk nyata kepedulian terhadap nasib petani teh Indonesia.


“Tea Fest ini mengangkat produk-produk teh rakyat, terutama dari Jawa Barat. Kenapa Bandung? Karena ini tempat kebun teh paling besar di Indonesia,” ujar Arys Buntara saat diwawancarai.

Menurutnya, Jawa Barat memang tak bisa dilepaskan dari sejarah dan produksi teh nasional. Namun sayangnya, gengsi teh lokal makin memudar, terutama di kalangan generasi muda.

Melalui Tea Fest, Arys dan tim ingin menghadirkan teh dalam bentuk yang lebih kekinian agar bisa diterima oleh anak muda, termasuk generasi milenial dan Gen Z.

“Kita adakan kompetisi Mix Tealogy yang pesertanya para bartender dari berbagai kafe. Tahun lalu cuma delapan peserta, sekarang naik jadi 35. Harapannya, mereka bisa menciptakan minuman teh yang digemari anak muda,” jelasnya.

Tak hanya sekadar meningkatkan apresiasi terhadap teh, Tea Fest juga menjadi ruang perjuangan untuk memperbaiki nasib para petani.

Arys yang juga merupakan pembina Paguyuban Tani Lestari, mengungkap bahwa para petani teh kerap hidup dalam keterbatasan.

Di bawah paguyuban tersebut, terdapat lebih dari 34 ribu petani teh dari 11 kabupaten di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

“Petani kita bangun jam empat pagi untuk metik teh. Satu kilo dihargai cuma Rp1.700. Sulit untuk hidup dari situ. Makanya kami dorong mereka punya produk gilir sendiri agar nilai jualnya naik,” ungkapnya prihatin.

Tea Fest 2025 juga memamerkan beragam jenis teh lokal seperti teh hitam, teh hijau, dan white tea teh putih yang harganya bisa tembus Rp2,5 juta hingga Rp3 juta per kilogram.

Sayangnya, potensi teh Indonesia masih kalah gaung dibanding negara lain seperti Jepang dan China.

“Produk teh kita luar biasa. Tapi pemerintah minim pembinaan. Petani belum banyak yang menerapkan praktik pertanian teh yang baik karena pelatihan tidak berkelanjutan,” tambah Arys.

Ia juga menyinggung soal ekspor yang masih didominasi perusahaan negara, sementara petani rakyat belum mampu memproduksi teh hitam karena kendala alat produksi yang mahal.

Arys berharap ke depan ada fasilitas pelatihan dan mesin produksi yang bisa diakses langsung oleh petani rakyat.

“Banyak gedung perkebunan negara yang mangkrak, harusnya bisa dikerjasamakan dengan petani. Kita ingin mereka merdeka, tidak terikat tengkulak,” tutupnya.

Dengan semangat kolaborasi dan edukasi, Tea Fest 2025 bukan sekadar festival tapi sebuah gerakan membangkitkan kembali kejayaan teh Indonesia melalui tangan petani rakyat.