BANDUNG — Indonesia tengah bersiap menyambut era baru pengelolaan investasi dengan lahirnya Danantara, Badan Pengelola Investasi (BPI) yang diklaim akan menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Presiden Prabowo secara resmi mengumumkan bahwa Danantara akan diluncurkan pada 24 Februari 2025, dengan harapan besar menjadi kekuatan ekonomi yang membawa Indonesia ke masa depan lebih cerah.
Namun, seberapa besar potensi Danantara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi? Mampukah badan ini benar-benar menjadi game changer, atau justru menimbulkan tantangan baru dalam tata kelola aset negara?
Mengenal Danantara dan Misinya
Danantara, singkatan dari Daya Anagata Nusantara, secara filosofis memiliki arti “energi masa depan untuk Nusantara.”
Ini bukan sekadar badan pengelola investasi biasa, melainkan sebuah sovereign wealth fund yang ditugaskan untuk mengoptimalkan aset negara melalui investasi strategis.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa Danantara merupakan langkah besar dalam konsolidasi aset yang selama ini tersebar di berbagai BUMN agar lebih efisien dan terarah.
“Danantara adalah konsolidasi semua kekuatan ekonomi kita yang ada di pengelolaan BUMN. Itu nanti akan dikelola dan kita beri nama Danantara,” ujar Prabowo dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Senin (17/2/2025), seperti dilansir dari siaran YouTube Kompas TV dan Kompas.com.
Dari segi model pengelolaan, Danantara disebut-sebut akan meniru konsep Temasek Holdings dari Singapura, dengan cakupan yang lebih luas dibandingkan Indonesia Investment Authority (INA).
Pemerintah menargetkan aset yang dikelola mencapai lebih dari 900 miliar dolar AS (sekitar Rp 14.000 triliun), dengan investasi awal sebesar 20 miliar dolar AS (sekitar Rp 325,8 triliun).
Sektor Prioritas: Membangun atau Membebani?
Salah satu fokus utama Danantara adalah membiayai proyek-proyek strategis, mulai dari energi terbarukan, manufaktur, hilirisasi sumber daya alam, hingga ketahanan pangan.
Targetnya ambisius: pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8 persen per tahun.
“Semua proyek ini akan berkontribusi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi kami sebesar 8 persen,” kata Prabowo.
“Pada saat yang sama, kami tetap teguh pada komitmen kami untuk memberantas korupsi,” tambahnya.
Namun, di balik optimisme ini, tantangan besar menanti. Mengelola dana investasi dalam skala besar selalu membawa risiko.
Bagaimana transparansi dan akuntabilitas Danantara dalam memastikan dana publik benar-benar digunakan secara efektif?
Apakah ada mekanisme pengawasan yang cukup kuat agar badan ini tidak menjadi lahan bagi praktik-praktik koruptif?
Regulasi dan Pengawasan: Kunci Kesuksesan atau Batu Sandungan?
Danantara dibentuk berdasarkan perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 4 Februari 2025.
Secara legal, regulasi ini memberi payung hukum yang jelas bagi badan ini untuk menjalankan fungsinya.
Namun, seberapa kuat sistem pengawasan yang akan diterapkan?
Di berbagai negara, badan pengelola investasi kerap menghadapi tekanan politik dan kepentingan kelompok tertentu yang bisa mengganggu objektivitas pengelolaan aset negara.
Jika tidak dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin Danantara justru menambah kompleksitas pengelolaan keuangan negara dan berpotensi menjadi beban baru bagi perekonomian.
Kesimpulan: Asa dan Waspada
Kehadiran Danantara bisa menjadi babak baru bagi ekonomi Indonesia. Jika dikelola dengan transparan, efisien, dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang, badan ini bisa menjadi motor pertumbuhan yang signifikan.
Namun, tanpa pengawasan yang ketat, ada risiko bahwa ambisi besar ini justru berbalik menjadi beban yang sulit dikendalikan.
Dengan dana triliunan rupiah yang dipertaruhkan, publik berhak untuk terus mengawasi dan memastikan bahwa Danantara bukan sekadar proyek megah tanpa manfaat nyata.
Harapan besar telah diletakkan, kini saatnya membuktikan bahwa ini bukan sekadar retorika, melainkan langkah nyata menuju ekonomi Indonesia yang lebih mandiri dan kuat.