Kota Bandung Disebut Bak ‘Surga’ Reklame Rokok, Tak Mengindahkan Kota Kembang

Ilustrasi

BANDUNG – Reklame liar kini marak ditemui di sudut-sudut Kota Bandung, Jawa Barat, dan diklaim mengganggu keindahan dan kenyamanan kota, karena beberapa bentuk dan ukurannya terlalu besar.

Bahkan yang menjadi sorotan adalah reklame iklan produk rokok.  Padahal dana bagi hasil cukai tembakau untuk kota Bandung sendiri hanya sebesar Rp5,42 miliar.

Hal itu berdasarkan data yang dihimpun Permenkeu No. 2/PMK.07/2022 tanggal 12 Januari 2022 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau Menurut Provinsi/Kota/Kabupaten Tahun Anggaran 2022.

Sehingga jumlah yang dianggap tidak seimbang dengan efek promosi dan polusi visual ini diakibatkan oleh reklame rokok.

Mengenai hal ini, Anggota DPRD kota Bandung periode 2004-2014, Aat Safaat Hodijat angkat bicara.

Ia pun mengklaim bahwa Kota Bandung memang dalam 2 tahun terakhir telah menjadi surga pemasangan reklame naskah rokok.

Ia menyebut peletakkan titik dan ukurannya banyak yang melanggar Perwal 05 tahun 2019 yang mengakibatkan polusi visual wajah kota.

“Massifnya reklame naskah rokok di Kota Bandung terkesan Kota Bandung menjadi target untuk mempertahankan perokok, dan mendapatkan konsumen perokok baru yang mayoritas kelompok generasi millenial dengan maksud meningkatkan omzet penjualan rokoknya,” ujar, Selasa (6/9/2022).

Pihaknya juga menyoroti dana bagi hasil cukai tembakau Kota Bandung yang diterima Rp5,472 Miliar untuk tahun anggaran 2022 sesuai Permenkeu No. 2/PMK.07/2022, yang dinilai menjadi anomali dengan massifnya reklame naskah rokok yang menjadikan Kota Bandung sebagai Lautan Reklame Naskah Rokok.

Untuk itu, Pemkot dan DPRD kota Bandung diminta agar memberikan atensi serius mengenai persoalan tersebut. Satu diantaranya, segera merevisi perwal penyelenggaraan reklame yang ada.

“Apakah massifnya reklame naskah rokok adalah sebuah kesengajaan dalam upaya meningkatkan pendapatan dana bagi hasil cukai tembakau ? Atau memang pengusaha biro reklamenya yang sengaja melakukan pelanggaran dengan maksud mendapatkan dana promosi dari perusahaan rokok ?,” ujar Aat.

Di sisi lain, Aat pun menduga meningkatnya laba perusahaan rokok dimasa pandemi, menjadi fakta bahwa sesulit apapun kehidupan rakyat, maka rokoklah sebagai teman dalam menghadapi kesulitan.

“Sehingga tidaklah salah apabila ada adagium, semakin rakyat hidup sengsara, makan semakin digjaya perusahaan rokok meraup laba, tidak peduli lagi kesehatan warga atau pun visual estetika kota,” ujarnya.

“Apakah akan meningkatkan pendapatan dana bagi hasil cukai tembakau, dengan membiarkan massifnya reklame naskah rokok yang kebanyakan melanggar Perda ataupun Perwal ? Tidak mustahil ada potensi pelanggaran yang mengarah kepada pelanggaran perda, tindak pidana umum maupun tindak pidana korupsi,” cetusnya.

Wali Kota Bandung diharapkan agar memerintahkan PPNS Satpol PP untuk melakukan audit dan melakukan penyelidikan atas pelanggaran peletakkan titik dan ukuran reklame naskah rokok.

“Bahkan jika terlalu kuat karena adanya pengaruh intervensi oknum institusi negara ataupun oknum lainnya, minta bantuan supervisi KPK dalam rangka audit perizinan reklamenya,” ujarnya.