Bandung – Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan atau yang lebih dikenal dengan Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam kasus korupsi terkait penyalahgunaan wewenang dalam impor gula.
Tom Lembong saat ini telah ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Selain Tom, pihak kejaksaan juga menetapkan seorang tersangka lainnya, yakni CS, yang merupakan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa kedua tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan.
“Keduanya dilakukan penahanan rutan selama 20 hari ke depan. Untuk TTL di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel dan untuk tersangka CS di Rutan Salemba cabang Kejagung,” jelasnya seperti dilansir dari laman CNN pada Selasa, (29/10/2024).
Abdul Qohar juga menjelaskan bahwa kerugian negara akibat kasus impor gula ini diperkirakan mencapai sekitar Rp400 miliar.
“Penyidik Jampidsus menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Abdul Qohar menekankan bahwa pihaknya telah mengumpulkan bukti yang cukup untuk menetapkan kedua tersangka.
“Menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti. Adapun yang bersangkutan adalah TTL sebagai mantan Menteri Perdagangan. Kedua atas nama CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI,” ungkapnya.
Tom Lembong sebelumnya menjabat sebagai Menteri Perdagangan dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016 dan juga pernah menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Kejaksaan Agung saat ini sedang mendalami dugaan korupsi yang melibatkan penyalahgunaan wewenang dalam kegiatan impor gula oleh Kementerian Perdagangan.
Dugaan ini mencakup penerbitan izin impor gula kristal mentah (GKM) yang diberikan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang serta izin impor yang melebihi batas kuota yang telah ditetapkan pemerintah.