BANDUNG — Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menegaskan bahwa persoalan sampah menjadi salah satu tantangan paling mendesak yang harus ditangani dengan pendekatan menyeluruh dan kolaboratif.
Hal ini ia sampaikan dalam Webinar Nasional bertajuk “Belajar dari: Darurat Sampah di Bandung Raya dan Dampaknya Terhadap Sungai Citarum”, pada Selasa, (24/6/2025).
“Masalah sampah adalah masalah berat. Dengan penduduk sebanyak 2,6 juta jiwa dan wilayah yang terbatas, Kota Bandung menghasilkan sekitar 1.500 ton sampah setiap harinya,” ujar Farhan.
Menurutnya, hingga kini penanganan sampah di Bandung Raya belum berjalan secara menyeluruh.
Banyak pihak masih menunggu beroperasinya fasilitas Legok Nangka secara penuh, padahal mayoritas sampah yang dihasilkan adalah sampah rumah tangga dan organik.
“Kita harus memperhatikan banyak hal, termasuk membangun kesadaran warga. Masyarakat harus menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar objek kebijakan,” tegasnya.
Farhan juga menyoroti ketimpangan pengelolaan antara kawasan yang memiliki pengelola seperti perumahan dan kawasan industri, dengan area permukiman padat seperti kampung atau RW yang belum memiliki sistem pengelolaan yang jelas.
Untuk menjawab tantangan ini, Pemkot Bandung mendorong pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di bawah Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“UPTD harus dibentuk dan diperkuat agar menjadi operator teknis dalam pelaksanaan penanganan sampah secara berkelanjutan,” katanya.
Terkait teknologi, Farhan menjelaskan bahwa Kota Bandung telah memulai penerapan pengolahan sampah berbasis Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) di berbagai wilayah.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya membangun Kawasan Bebas Sampah (KBS) yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Ia menambahkan, upaya pengelolaan sampah tak bisa dilakukan oleh pemerintah semata. Kolaborasi dengan sektor swasta, investor, dan lembaga lainnya sangat penting untuk menciptakan sistem yang inovatif.
“Pemerintah Kota Bandung membuka ruang kerja sama dengan investor untuk mendukung inovasi pengelolaan sampah. Mereka memiliki fleksibilitas dan keleluasaan dalam mengadopsi teknologi yang sesuai,” jelasnya.
Selain itu, keterlibatan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) juga menjadi bagian penting dalam penguatan penanganan lingkungan.
“Kerja sama dengan TNI AD bukan sekadar simbolik, tapi operasional. Ini menunjukkan bahwa semua sektor bersatu untuk mencari solusi,” tambah Farhan.
Dalam hal pendanaan, Farhan menyebutkan bahwa skema kerja sama dengan swasta memungkinkan penyediaan infrastruktur dilakukan sepenuhnya oleh pihak ketiga, sedangkan pemerintah hanya menyediakan insentif berupa tipping fee sesuai regulasi.
“Dengan model kerja sama seperti ini, kami berharap akan lahir sistem pengelolaan sampah yang tidak hanya efektif tetapi juga efisien secara pembiayaan,” ujarnya.
Farhan menutup pernyataannya dengan harapan besar terhadap sinergi yang sedang dibangun.
“Mudah-mudahan kolaborasi ini bisa menjadi solusi jangka panjang dan memberi dampak signifikan, tidak hanya bagi Kota Bandung, tapi juga bagi kelestarian Sungai Citarum yang kita cintai bersama,” pungkasnya.