BANDUNG — Arah pembangunan Kota Bandung lima tahun ke depan akhirnya mendapat lampu hijau dari DPRD Kota Bandung.
Dalam Rapat Paripurna yang digelar Senin, 21 April 2025, di Ruang Rapat Paripurna Jalan Sukabumi No. 30, DPRD bersama Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung menandatangani Nota Kesepakatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
Selain pengesahan awal RPJMD, rapat paripurna juga membahas dua agenda strategis lainnya: pengambilan keputusan dua Raperda, serta penetapan Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD untuk RKPD tahun 2026.
Bandung Menuju “Bandung Utama”
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyampaikan bahwa RPJMD ini akan menjadi kompas pembangunan Kota Bandung lima tahun mendatang.
Ia menyebutnya sebagai upaya konkret menuju “Bandung Utama” yaitu Bandung yang unggul, terbuka, amanah, maju, dan beradab.
“RPJMD ini tidak hanya menjadi arah pembangunan, tapi juga komitmen untuk menyelesaikannya maksimal enam bulan setelah pelantikan kepala daerah,” jelas Kepala Bappelitbang Kota Bandung, Anton.
Menurut dokumen nota kesepakatan yang dibacakan dalam rapat, perumusan visi dan misi pembangunan Kota Bandung 2025–2029 merujuk pada dokumen perencanaan nasional dan provinsi, termasuk RPJMN, RPJMD Provinsi Jawa Barat, RPJP Kota Bandung, dan RTRW yang berlaku.
Fokus utama pembangunan diarahkan pada prinsip adil, partisipatif, dan manusiawi, dengan masyarakat sebagai pusat dan penggerak utama pembangunan kota.
Penguatan Nilai Bangsa dan Penataan Tata Kota
Dua Raperda yang disahkan juga mencerminkan semangat pembangunan kota yang menyeluruh, yaitu: Raperda tentang Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan, serta Raperda tentang Penyelenggaraan Reklame.
“Ini merupakan bentuk konkret dukungan legislatif terhadap nilai-nilai kebangsaan dan upaya menjaga estetika serta potensi ekonomi dari sektor reklame,” ujar Farhan dalam pidato penutupnya.
Ia juga menyinggung pentingnya regulasi reklame sebagai bagian dari upaya penataan kota yang lebih baik.
Selain itu, ia menyatakan perlunya penguatan karakter kebangsaan, terutama dalam menghadapi tantangan sosial dan konflik wilayah seperti yang terjadi di Sukahaji dan Dago Elos.
Komitmen Atasi Ketimpangan
Farhan turut menyoroti persoalan ketimpangan ekonomi yang masih cukup tinggi di Bandung, dengan gini rasio mencapai 0,46. Ia menegaskan bahwa tantangan ini perlu dijawab melalui pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan warga.
“Kita harus menjadikan RPJMD ini sebagai panduan untuk menjawab tantangan kota, termasuk ketimpangan sosial, potensi konflik wilayah seperti Sukahaji dan Dago Elos, serta menata kota dengan lebih baik melalui pengaturan reklame dan penguatan nilai-nilai kebangsaan,” ujarnya.
“Pemerintah Kota Bandung siap bersinergi dengan DPRD dan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan keadilan sosial, penegakan hukum yang adil, dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” tutup Farhan.