BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) menggandeng perusahaan asal Jerman Euwelle Environmental Technology GmBH untuk mengembangkan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo di Kabupaten Bogor.
Tempat pengolahan sampah menjadi energi tersebut ditargetkan bisa beroperasi pada akhir tahun 2021.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan pembangunan TPPAS Lulut Nambo ini sempat menemui jalan berliku. Pasalnya, konsorsium PT Jabar Bersih Lestari (JBL) yang diamanahkan untuk mengembangkan TPPAS mengalami wanprestasi.
“Ini adalah arahan saya menghentikan investor yang terdahulu, ternyata wanprestasi, sehingga saya belajar dengan teliti, kita jangan terbuai dengan hal-hal yang terkesan luar biasa, ternyata ujung-ujungnya eh enggak punya duit, eh teknologinya ngaco dan lain sebagainya, nah kita belajar dari situ, yang menang adalah teknologi dari Jerman namanya Euwell,” ujar Ridwan Kamil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa (23/3/2021).
Gibermir yang akrab disapa Kang Emil itu menjelaskan bahwa pemilihan investor dari Jerman ini telah melalui proses lelang yang diikuti tiga peserta. Euwell dipilih lantaran dinilai memiliki teknologi yang teruji, harganya pun masuk akal sehingga tipping fee ke kabupaten/kota tidak terlalu besar.
“Saya harapkan lancar, karena Jabar sudah diputuskan semua sampahnya harus menjadi energi. Makanya setelah ini ada Legok Nangka untuk Bandung Raya, karena pengelolaan sampah harus regional. Jadi ada regional Bogor, Depok, Bandung Raya, nah yang belum itu Ciayumajakuning dan regional Bekasi, Karawang, Purwakarta,” harap Emil.
“Jadi minimal kalau ini beres, kita butuh tiga sampai empat proyek skala besar ini, saya kira itu perspektifnya, sehingga Jabar dikenal sebagai provinsi yang sangat ramah lingkungan, tidak ada lagi sampah yang tidak terdaur ulang,” imbuhnya.
TPPAS Lulut Nambo ini dibangun di atas tanah seluas 55 hektare, 15 hektare di antaranya akan dijadikan tempat pemrosesan dan pengolahan sampah dan sisanya akan menjadi jalan, tempat pengolahan air dan perkantoran.
Pembangunan TPPAS ini menelan dana Rp 118 miliar dari APBN dan Rp 75 miliar dari APBD.
Sampah yang masuk ke TPPAS ini rencananya bakal diolah menjadi bahan bakar turunan batu bara atau disebut juga Refuse Derived Fuel (RDF), biogas dan produk energi dari sampah lainnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat Prima Mayaningtyas mengatakan tipping fee yang dibebankan kepada daerah yang memanfaatkan Lulut Nambo sebesar Rp 125 ribu per ton. Ia menegaskan tidak ada subsidi dari Pemprov Jabar terkait besaran tipping fee tersebut.
“Untuk tipping fee masih akan kita rundingkan, dan untuk operasionalnya ditargetkan bisa akhir tahun 2021, dan beroperasi penuh pada 2022,” ujar Prima.
Yao Li, Vice President Euwelle mengatakan teknologi yang digunakan untuk TPPAS Lulut Nambo ini telah didemonstrasikan di sejumlah negara di Eropa maupun Asia. “Kami bangga mendapatkan persetujuan dari anda, teknologi ini didemonstrasikan di Jerman, Perancis, Cina dan Thailand,” ujar Yao.
Pihaknya berkomitmen untuk menjadikan proyek ini sebagai tolok ukur pengolahan sampah yang berkualitas.
“Mewakili Euwelle, kami berkomitmen menjadikan TPPAS ini sebagai benchmark projek yang berkualitas, terima kasih atas kepercayaannya,” pungkasnya.