BANDUNG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kini mewajibkan pembelian Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi tabung 3 kilogram (kg) menggunakan NIK atau KTP.
Kebijakan ini berlaku per 1 Januari 2024. Pasalnya, belakangan ini banyak temuan penyalahgunaan penyaluran LPG 3 kg.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menegaskan bahwa kebijakan ini dilakukan agar penyaluran LPG itu lebih tepat sasaran.
“Kita menyadari bahwa penjualan atau konsumsi LPG non PSO itu makin lama makin mengecil, dan sebaliknya LPG PSO makin lama makin besar. Tahun ini PSO itu 8 juta ton,” ujar Tutuka dalam sesi jumpa pers di Kantor Ditjen Minyak dan Gas Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (3/1/2024).
“Dan itu membuat kami semua untuk berpikir keras kenapa ini terjadi karena kita mendorong apa yg namanya oplosan di lapangan dan itu kami mengupayakan bisa tidak terjadi, jadi semaksimal mungkin LPG PSO itu untuk masyarakatnya,” imbuhnya.
Ada aturan yang menjadi landasan pemerintah mulai melalukan pembatasan ini. Selain itu, rencana penyaluran tepat sasaran ini juga telah direncanakan telah lama.
“Bahwa kita punya landasan dari jalur undang-undang dan sampai dengan urusan Dirjen jadi ini cukup dari yang paling mendasar. Kemudian ada peraturan pemerintah dan Peraturan Presiden dan Peraturan Keputusan Menteri yang melandasi pendistribusian ini,” ucapnya.
Kategori Penerima LPG 3 Kg
Adapun kategori penerima LPG 3 kg, yaitu rumah tangga, kemudian usaha mikro, nelayan sasaran dan petani sasaran.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, Mustika Pertiwi menyampaikan bahwa ada 189 juta NIK di data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
Data tersebut menjadi acuan penerima LPG 3 kg. Namun, sejauh ini baru 31,5 juta NIK yang terdaftar di pangkalan resmi Pertamina.
“Data dari P3KE ada 189 juta NIK. Itu yang disasar untuk bisa mendapatkan subsidi. Tapi kenyataannya, sampai dengan hari ini ada sekitar 31,5 juta NIK yang baru mendaftar,” ungkapnya.
“Sementara dari 31,5 juta NIK itu yang termasuk di dalam 189 juta NIK baru 24,4 juta NIK,” lanjutnya.
“Sementara yang 7,1 juta NIK itu yang di luar 189 juta NIK. Tindak lanjutnya seperti apa? Kemarin kita sudah rapatkan dengan tim dari Pertamina, terhadap data yang 7,1 juta NIK sampai saat ini akan kita lakukan verifikasi, apakah ini benar-benar konsumen atau masyarakat yang berhak menerima subsidi atau tidak,” bebernya.