Bandung – Bermula dari kebuntuan mencari dana untuk perayaan HUT RI, para pemuda Karang Taruna RW 21 Antapani Tengah mencari cara lain dengan mengumpulkan sampah. Dari sanalah akhirnya mereka bisa membiayai acara Agustusan bahkan hingga berlanjut sampai sekarang untuk operasional Karang Taruna.
“Daripada danusan terus, bosen. Kita cari cara lain buat biayai acara Agustusan. Coba-coba ambil sampah anorganik di warga, terus dijual di bandar barang bekas. Ternyata lumayan juga hasilnya,” kata Ketua Karang Taruna Unit 21 Antapani Tengah, Wahyu Nugraha.
Pengambilan sampah anorganik dilakukan seminggu sekali setiap hari Minggu dari pukul 09.00-15.00 WIB. Sampah anorganik yang paling banyak diperoleh jenis kardus dan botol mineral.
Mereka berkeliling dari rumah ke rumah untuk langsung mengambil sampah anorganik. Dalam seminggu, sampah anorganik yang dikumpulkan dari RW 21 Antapani Tengah mencapai lebih dari 200 kg.
“Kita olah, dipilih lagi mana yang bisa dijual langsung ke bandar barang bekas. Hasilnya bisa mencapai Rp500.000 per minggu,” ungkap Wahyu.
Hasil penjualan sampah anorganik dimasukkan ke kas Karang Taruna. Lalu dari sana akan dibuat program seperti hidroponik dan maggot yang hasilnya disalurkan juga untuk kepentingan pengolahan sampah.
“Hasil dari hidroponik itu juga buat warga juga. Bebas mau ambil, tidak perlu bayar. Kita juga bisa biayai acara-acara di RW lewat hasil jual anorganik,” tuturnya.
Ia mengaku, banyak komentar yang didapatkan dari warga tentang pemilahan sampah ini. Namun, cenderung lebih banyak warga yang mendukung.
“Ke depannya kita ingin berikan feedback juga ke warga yang sudah mau memilah sampahnya. Ini juga bisa menjadi daya tarik agar masyarakat bisa mengolah sampahnya dengan baik dan benar,” harapnya.
Sementara itu, Lurah Antapani Tengah, Teguh Haris Pathon menyampaikan, dari data pengumpulan sampah anorganik seminggu sekali yang diangkut oleh Karang Taruna bisa mencapai 258 kg.
Ia menyebutkan, beragam tanggapan dari masyarakat pun diterima saat menyosialisasikan program pilah sampah dengan Kang Pisman.
“Awalnya ada yang merasa keberatan karena harus repot-repot pilah sampah. Tapi setelah kemarin TPA Sarimukti sempat tutup, bahkan sekarang juga terbakar, mereka jadi sadar kalau memilah sampah itu membuat kondisi lebih baik,” ungkap Teguh.
Dulu, banyak warga yang mengeluhkan lingkungannya kotor, banyak lalat, belum lagi sampah berserakan karena diacak kucing dan tikus.
“Tapi kita terus berupaya menyosialisasikan kepada masyarakat untuk memilah sampah serta menjaga komitmen dari para RW tuntaskan permasalahan sampah,” ujarnya.
“Apalagi saat ini kita sedang darurat sampah. Tinggal yang residunya kita mohon untuk ditampung dulu di rumah sampai TPS dan TPA dibuka kembali,” imbuh Teguh.