BANDUNG – Ratusan pengrajin tempe dan tahu di Kota Bandung mogok berproduksi terhitung Senin-Rabu (21-23 Februari 2022) mendatang imbas kenaikan harga kacang kedelai.
Para pengrajin tahu mendesak pemerintah segera dapat menurunkan harga kacang kedelai sehingga pengrajin tidak terus merugi.
“Jadi, sekarang mulai mogok dari Senin-Rabu, kalau sekarang mah rata semuanya mogok, enggak seperti tahun kemarin masih ada yang produksi,” tegas Pengrajin tahu di Sentra Tahu Cibuntu, Haji Galih saat dihubungi, Senin (21/2/2022).
“Iya, di Bandung sepertinya rata semuanya (mogok). Di Cibuntu semuanya, sudah saya cek. Ada ratusan (perajin tahu),” imbuhnya.
Ia menegaskan, Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (Kopti) dan agen kacang kedelai di Jabar meminta pemerintah agar tidak mudah menaikkan harga kacang kedelai.
“Jangan seenaknya naikin harga sampai tidak turun lagi, yang saya perhatikan pemerintah seperti tidak melihat ke bawah,” cetusnya.
“Sebelum ada demo dari paguyuban mah diam saja tidak ramai, kan kedelai ini sebenarnya sudah naik dari dua bulan lalu, cuma paguyuban dan pabrik tahu masih bersabar, tapi ternyata pemerintah malah diam saja,” katanya.
Meski sudah mendesak dengan mogok produksi, pihaknya belum menerima kebijakan perubahan terkait harga kacang kedelai dari pemerintah.
“Kami sudah mengasih aba-aba, kalau harga kacang turun demo tidak akan jadi, cuma ternyata tidak di dengar masih saja naik, makanya demonya jadi,” ujarnya.
Menurutnya, kini harga kacang kedelai yang dijual ke pengrajin bervariasi mulai dari Rp 11.100 hingga Rp 11.500. Sedangkan di wilayah Subang bahkan Jawa bisa mencapai Rp12.000.
“Kalau Jabar terbesar (pengrajin tahu) masuk kacang kedelai jadi tidak terlalu mahal,” katanya.
Namun jika harga kacang kedelai tidak turun juga, ia menegaskan bahwa pihaknya akan menaikkan harga tahu.
“Harga per papan kemarin saat harga kacang normal di Rp8.500 sampai Rp9.000, harga tahu per papannya Rp50 ribu. Rencananya kalau naik jadi Rp 55 ribu, naik Rp5.000 itu sebenarnya bukan mencari untung tapi mengurangi kerugian, karena tidak sebanding dengan ongkos produksi dan harga kedelai,” pungkasnya.