BANDUNG — Ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa Barat turun ke jalan pada Senin (17/2), menggelar aksi di depan Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung.
Demonstrasi ini merupakan bagian dari gerakan “Seruan Aksi Indonesia Gelap” yang sebelumnya telah ramai diperbincangkan di media sosial.
Plt Ketua BEM Kema Unpad, Rhido Anwari Aripin, menegaskan bahwa aksi ini digelar sebagai bentuk desakan agar pemerintah lebih terbuka terhadap berbagai kebijakan yang dianggap tidak pro-rakyat.
“Kami menyatakan sikap dengan tegas dan menuntut pemerintah untuk dapat menyadari dan membenahi permasalahan yang ada melalui beberapa poin tuntutan,” ujar Rhido, dikutip dari CNNIndonesia.com.
Fokus utama aksi ini adalah penolakan terhadap kebijakan efisiensi atau pemotongan anggaran yang berdampak pada sektor pendidikan.
Para mahasiswa menyampaikan sejumlah tuntutan, di antaranya meningkatkan anggaran pendidikan, membatalkan pemangkasan anggaran, mencabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, serta mengembalikan anggaran pendidikan ke pagu awal.
Mereka juga menekankan perlunya peningkatan dana operasional untuk PTN-BH, PTS, serta beasiswa bagi mahasiswa.
Selain itu, mahasiswa mendesak agar akses pendidikan tinggi diperluas bagi anak-anak kelas buruh dan kaum tani, yang selama ini terhambat oleh biaya pendidikan yang tinggi.
Mereka juga meminta pemerintah untuk menjamin sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas, membuka ruang demokrasi seluas-luasnya, serta menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual di dunia akademik.
Kritik terhadap penggunaan anggaran negara pun turut disuarakan. Para demonstran mengusulkan agar efisiensi anggaran pendidikan dilakukan dengan memangkas tunjangan pejabat, bukan dengan mengorbankan sektor pendidikan.
Mereka juga menuntut peningkatan tunjangan kinerja bagi guru dan dosen serta menjamin kesejahteraan tenaga pendidik dengan upah yang layak.
Lebih jauh, mahasiswa juga menyuarakan aspirasi terkait sektor lainnya, termasuk penghentian pembahasan RUU Sisdiknas, penolakan transformasi PTN BLU menjadi PTN BH, serta pencabutan berbagai regulasi yang dinilai melanggengkan liberalisasi dan privatisasi pendidikan.
Tak hanya itu, mereka juga menuntut agar sektor pendidikan dan kesehatan diprioritaskan sebagai kebutuhan utama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Selain persoalan pendidikan, mahasiswa menuntut reformasi struktural dalam pemerintahan, termasuk perombakan kabinet yang dinilai boros dan tidak efisien.
Mereka juga menolak kebijakan yang membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk mendapatkan izin usaha pertambangan dalam revisi UU Minerba, serta menolak mobilisasi mahasiswa dan dosen sebagai tenaga kerja murah demi kepentingan industri pro-imperialis.
Gerakan ini juga menyoroti isu keamanan dan keterlibatan aparat dalam ruang sipil.
Mahasiswa menolak militerisasi, termasuk pembangunan Kodam baru serta peningkatan anggaran militer yang dinilai akan memperkuat tindakan represif dan merampas hak rakyat atas tanah mereka.
Penolakan terhadap dwifungsi TNI juga menjadi salah satu tuntutan utama dalam aksi ini.
Demonstrasi di Bandung hanyalah salah satu dari rangkaian aksi yang dilakukan secara serentak di berbagai kota, termasuk Jakarta, Surabaya, dan Denpasar.
Puncak aksi ‘Indonesia Gelap’ dijadwalkan akan digelar secara terpusat di Jakarta pada Kamis (20/2/2025).
Koordinator Pusat BEM SI, Herianto, menyatakan bahwa aksi ini akan menjadi puncak kemarahan mahasiswa jika pemerintah tetap tidak merespons tuntutan mereka.
“Jika tidak ada tanggapan dari pemerintah, aksi serupa akan terus berlanjut di berbagai daerah di seluruh Indonesia,” tegasnya, seperti dilansir dari Detik.com.
Terdapat 13 tuntutan utama yang disuarakan dalam aksi ini, di antaranya menuntut pendidikan gratis dan demokratis, menolak revisi UU Minerba, menghapuskan multifungsi ABRI, serta mengesahkan RUU Masyarakat Adat.
Selain itu, mahasiswa juga mendesak agar Prabowo segera menerbitkan Perppu terkait Perampasan Aset untuk memberantas korupsi.
Aksi ini menjadi bukti bahwa mahasiswa masih menjadi elemen kritis dalam mengawal kebijakan pemerintah.
Gerakan ini menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam jika kebijakan yang diambil justru semakin mempersempit akses rakyat terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan secara umum.
Sementara itu Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berjalan dengan baik, meskipun masih terdapat beberapa kekurangan.
Oleh karena itu, menurutnya, kritik serta aksi unjuk rasa dengan tema #IndonesiaGelap tidak tepat untuk menggambarkan kondisi negara saat ini.
“Jadi kalau ada yang bilang itu Indonesia gelap, yang gelap kau bukan Indonesia. Jadi kita jangan terus mengeklaim sana-sini,” ujar Luhut di The Westin seperti dilansir dari Instagram Tirto.id, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Ia juga menekankan bahwa bahkan negara maju seperti Amerika Serikat masih menghadapi berbagai permasalahan.
“Ada orang bilang di sini lapangan kerja kurang, di mana yang lapangan kerja enggak kurang? Di Amerika juga bermasalah, di mana aja bermasalah,” tambahnya.
Luhut berpendapat bahwa jumlah tuna wisma di Amerika Serikat jauh lebih banyak dibandingkan dengan Indonesia.
“Jadi kadang-kadang kita enggak bangga jadi orang Indonesia, kita hanya lihat kurangnya. Di mana sih yang sempurna? Di Amerika tuh homeless, kita enggak ada homeless di sini,” tutupnya.