BANDUNG — Tingginya angka perceraian di Indonesia menjadi perhatian serius, terutama dengan fakta bahwa 35 persen dari pernikahan yang terjadi setiap tahun berujung pada perpisahan.
Lebih mengkhawatirkan lagi, 80 persen perceraian terjadi pada pasangan yang baru menjalani rumah tangga kurang dari lima tahun.
Kondisi ini mendorong Kementerian Agama untuk mengambil langkah preventif dengan merancang program kursus calon pengantin yang akan berlangsung selama satu semester.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa perceraian dapat berdampak buruk, terutama bagi perempuan dan anak-anak.
Ia mengungkapkan bahwa terdapat 13 faktor utama yang menjadi pemicu perceraian, di antaranya masalah ekonomi, perbedaan usia, tingkat pendidikan, hingga pernikahan lintas agama.
“Yang paling rawan adalah pernikahan antar agama, yang menyumbang lebih dari 90 persen perceraian,” ujar Nasaruddin dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Kamis (kemarin) seperti dilansir dari laman RRI.co.id.
Sebagai langkah konkret, Kementerian Agama berencana memberikan pembekalan lebih mendalam kepada calon pengantin.
Program kursus ini diharapkan dapat menjadi pelatihan yang komprehensif, setara dengan satu semester di perguruan tinggi, guna membekali pasangan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam menjalani kehidupan pernikahan.
Nasaruddin juga menjelaskan bahwa program ini terinspirasi dari pendidikan pra-nikah yang diterapkan dalam agama Katolik serta beberapa negara lain yang mewajibkan pembekalan panjang sebelum menikah.
“Di Indonesia, menikah sangat mudah, namun untuk mempertahankan pernikahan yang langgeng, dibutuhkan usaha dan persiapan yang matang,” ungkapnya.
Dengan adanya program ini, diharapkan pasangan yang akan menikah bisa lebih siap dalam menghadapi dinamika rumah tangga, sehingga angka perceraian dapat ditekan dan institusi keluarga menjadi lebih kokoh.