BANDUNG – Pemerintah Indonesia, melalui Presiden Prabowo Subianto, dipastikan akan menarik utang baru sebesar Rp 775,86 triliun pada tahun 2025.
Langkah ini terungkap dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201 Tahun 2024, yang mengatur tentang rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun anggaran tersebut.
Perpres ini resmi ditetapkan pada 30 November 2024 dan menjadi dasar perencanaan pembiayaan negara.
Menurut pasal 7 dalam Perpres tersebut, “Pergeseran rincian Pembiayaan Anggaran dan penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan,” sebagaimana dilansir dari laman Tempo pada Kamis, (05/12/2024).
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah berencana mengalokasikan sejumlah besar dana dari pinjaman untuk menutupi defisit anggaran.
Sebagian besar utang pemerintah berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) yang diproyeksikan mencapai Rp 642,5 triliun.
Sementara sisanya, yakni Rp 133,3 triliun, akan diperoleh melalui pinjaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan target utang yang ditetapkan untuk tahun 2024, yang sebesar Rp 648,1 triliun.
Selain itu, beban bunga utang pada 2025 juga diperkirakan cukup besar, yakni Rp 552,85 triliun.
Pembayaran bunga ini terdiri dari bunga utang domestik sebesar Rp 479,6 triliun dan bunga utang luar negeri sebesar Rp 55,2 triliun.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core), Akhmad Akbar Susamto, sebelumnya menyampaikan bahwa defisit anggaran yang semakin besar pada 2025 akan memaksa pemerintah untuk mengandalkan pinjaman.
Ia juga menyoroti bahwa biaya utang negara semakin mahal, seiring dengan meningkatnya imbal hasil SBN Indonesia yang makin tinggi.
“Persoalannya adalah biaya utang kita semakin mahal,” ungkapnya dalam pemaparan outlook ekonomi beberapa waktu lalu.
Seiring dengan itu, proyeksi suku bunga SBN tenor 10 tahun pada APBN 2025 diperkirakan mencapai 7,0 persen.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia per 29 November 2024, imbal hasil SBN 10 tahun Indonesia tercatat sebesar 6,88 persen, yang menunjukkan tren kenaikan.
Hal ini menjadi perhatian utama dalam pengelolaan utang pemerintah ke depan.