BANDUNG — Dalam upaya menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi masyarakat, Pemerintah Kota Bandung resmi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Premanisme.
Pembentukan Satgas ini merupakan langkah nyata dalam merespons maraknya praktik premanisme yang meresahkan warga sekaligus menindaklanjuti arahan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menegaskan bahwa Satgas ini akan beroperasi berdasarkan regulasi yang berlaku dengan mekanisme kerja yang terstruktur.
Salah satu langkah yang diambil adalah mengoptimalkan kanal pengaduan masyarakat melalui hotline Bandung Siaga 112.
“Diskominfo akan mengoptimalkan penyebaran informasi mengenai Satgas ini, sehingga masyarakat tahu bahwa mereka bisa melaporkan tindakan premanisme melalui hotline 112,” ujar Farhan dalam Rapat Satgas Anti-Premanisme, Rabu (26/3/2025).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Satgas ini memiliki struktur kerja yang jelas agar koordinasi antarinstansi dapat berjalan optimal.
Satpol PP akan bertugas dalam aspek pencegahan, sementara intelijen berada di bawah koordinasi kepolisian dan TNI. Sementara itu, tindakan hukum tetap menjadi wewenang pihak kepolisian.
Salah satu fokus utama dalam pemberantasan premanisme adalah menindak praktik parkir liar dan premanisme jalanan yang sering dikeluhkan warga, terutama selama masa libur Lebaran.
“Masalah parkir liar bukan hanya soal pungutan ilegal, tetapi juga menciptakan ketidaknyamanan bagi warga. Oleh karena itu, patroli harus lebih sering dilakukan untuk menekan praktik ini,” tegasnya.
Di sisi lain, Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, menyoroti pentingnya pemahaman yang jelas terkait cakupan premanisme agar penindakan lebih efektif.
“Kita perlu memperjelas definisi premanisme. Apakah penagihan utang dengan cara paksa termasuk premanisme? Bagaimana dengan oknum yang meminta proyek secara tidak sah? Jika ini termasuk, maka harus ada penanganan yang tegas,” kata Erwin.
Ia juga menggarisbawahi fenomena pinjaman online ilegal (pinjol) dan bank emok yang kerap menekan masyarakat secara tidak wajar.
Jika praktik ini masuk dalam kategori premanisme, maka Satgas harus mengambil langkah konkret.
Selain itu, ia menekankan efektivitas hotline 112 dalam menangani pengaduan masyarakat.
“Kita harus memastikan bahwa laporan yang masuk ke hotline 112 benar-benar ditindaklanjuti dengan cepat. Jika Tim Prabu bisa langsung bergerak setelah ada laporan, maka ini akan menjadi terobosan besar dalam memberantas premanisme di Kota Bandung,” jelasnya.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kota Bandung, Asep Gufron, mengungkapkan bahwa dampak premanisme tidak hanya mengganggu ketertiban umum tetapi juga berdampak negatif pada dunia usaha dan investasi.
“Banyak perusahaan, pabrik, kantor, bahkan institusi pendidikan yang terganggu oleh kelompok yang mengatasnamakan ormas atau LSM dan meminta uang keamanan, iuran, atau THR secara paksa,” ungkapnya.
Menurutnya, keberadaan kelompok preman di sejumlah titik Kota Bandung menciptakan rasa tidak aman bagi warga.
Oleh karena itu, seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat diwajibkan membentuk Satgas Pemberantasan Premanisme guna menciptakan kondisi yang lebih kondusif.
Sebagai langkah konkret, Surat Keputusan terkait pembentukan Satgas di Kota Bandung akan segera disahkan.
Bahkan, apel kesiapan Satgas direncanakan akan berlangsung serentak di seluruh Jawa Barat dengan pusat kegiatan di Kabupaten Karawang.
Menyikapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Kota Bandung, Edwin Senjaya, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan tersebut, namun ia juga mengingatkan bahwa efektivitas Satgas harus diawasi secara ketat agar tidak menjadi sekadar formalitas.
“Kita sudah memiliki payung hukum yang jelas, mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 hingga KUHP yang mengatur ancaman pidana hingga 9 tahun penjara bagi pelaku pemerasan dengan kekerasan. Masalahnya adalah kurangnya pengawasan dan adanya pembiaran, yang membuat premanisme terus berkembang,” kata Edwin.
Ia juga menekankan bahwa premanisme tidak hanya dilakukan oleh individu dengan tampilan tertentu, tetapi bisa melibatkan berbagai oknum dari berbagai profesi.
“Premanisme itu bukan sekadar soal tampilan fisik. Siapapun bisa memiliki karakter premanisme, termasuk oknum di pemerintahan maupun dunia usaha. Jika ingin memberantas premanisme secara tuntas, maka penanganannya harus menyentuh semua lini,” tegasnya.
Selain upaya penindakan, edukasi dan sosialisasi juga dianggap sebagai aspek penting dalam menekan angka premanisme.
Edwin menekankan bahwa masyarakat harus memahami konsekuensi hukum dari tindakan premanisme agar tercipta efek jera.
“Masyarakat harus tahu bahwa tindakan premanisme memiliki sanksi pidana yang berat. Dengan pemahaman ini, diharapkan ada efek jera, baik bagi pelaku maupun calon pelaku,” pungkasnya.
Dengan adanya Satgas Pemberantasan Premanisme ini, diharapkan Kota Bandung dapat menjadi tempat yang lebih aman dan nyaman bagi seluruh warganya.
Pemkot Bandung pun berkomitmen untuk menjalankan tugas ini dengan serius, didukung oleh berbagai elemen seperti DPRD, kepolisian, TNI, serta masyarakat.