BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung memastikan akan terus mengakselerasi layanan kesehatan masyarakat.
Hal itu dibuktikan dengan alokasi 22 persen APBD Kota Bandung tahun 2022 untuk bidang kesehatan. Jumlah ini dua kali lipat lebih besar dari rekomendasi Pemerintah Pusat, yaitu 10 persen.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna dalam Monitoring dan Evaluasi Faskes dengan Pemangku Kepentingan di Kota Bandung, Selasa 11 Oktober 2022.
“Dalam Undang-undang, 10 persen APBD diperutukkan bagi (bidang) kesehatan. Pada pelaksanaannya, kami di Kota Bandung mengalokasikan 22-29 persen APBD untuk kesehatan,” ujar Ema.
Ia menambahkan, komitmen Pemkot Bandung dalam menghadirkan layanan kesehatan ditopang oleh seluruh fasilitas kesehatan yang ada di Kota Bandung.
Mulai dari 80 puskesmas dan 38 rumah sakit yang tersebar di seluruh wilayah Kota Bandung.
Selain itu, Ema menyebut, fasilitas di layanan kesehatan (Rumah Sakit) milik Pemkot Bandung terus beradaptasi sehingga tidak kalah dengan fasilitas milik rumah sakit swasta.
Ia berharap, ke depannya layanan dasar kesehatan di Kota Bandung dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang latar belakangnya.
“Untuk mencapai hal tersebut, kita semua perlu saling bergandengan tangan untuk mengeliminasi potensi masalah pada layanan kesehatan bagi masyarakat,” pesan Ema.
Ema juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh jajaran tenaga kesehatan yang ada di Kota Bandung. Ia menyebut, pandemi Covid-19 menjadi pelajaran berharga, di mana kekuatan tenaga kesehatan di Kota Bandung telah teruji.
“Jadi setelah forum ini, saya harap kita semua punya visi yang sama: menghadirkan layanan kesehatan yang maksimal. Laju atraksi Kota Bandung akan sangat pesat di kemudian hari, sehingga pelayanan maksimal menjadi sebuah keniscayaan,” ucapnya.
Senada dengan Ema, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian memastikan Pemkot Bandung bertekad kuat dalam mengakselerasi layanan kesehatan.
“Pemkot punya komitmen kuat dalam hal ini (akselerasi layanan kesehatan). Jadi kami terbuka untuk berkomunikasi (terkait koordinasi dengan fasilitas layanan kesehatan swasta),” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, perwakilan dari Perhimounan Rumah Sakit Seluruh Indonesia wilayah Jawa Barat dr. Kamaruzaman menekankan, seluruh penyedia layanan kesehatan di Jawa Barat perlu mengakselerasi layanannya.
Selain itu, komunikasi dan koordinasi antar stakeholder pun menjadi hal yang sangat penting.
“Kami berharap, rumah sakit di Jawa Barat bisa keep in touch untuk saling meningkatkan kolaborasi, komunikasi integrasinya demi terciptanya layanan kesehatan yang prima,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menggarisbawahi pencegahan penyakit sebagai upaya yang relatif hemat dibanding pengobatan.
*Tak Ada Lagi Diskriminasi BPJS*
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Cabang BPJS Kesehatan Kota Bandung dr. Muhammad Fakhriza meminta agar tidak akan ada lagi diskriminasi pasien pada seluruh layanan kesehatan di Kota Bandung yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
“Semua faskes yang bekerja sama dengan JKN, mau enggak mau layani masyarakat. Karena ini kerap menjadi keluhan (perilaku diskriminasi),” pesannya.
Ia juga menyampaikan beberapa akselerasi BPJS Kesehatan, antara lain peluncuran Nomor Induk KTP (NIK) sebagai identitas peserta program JKN.
Hal ini, kata Riza, merupakan upaya agar peserta program JKN mendapat kemudahan dalam menerima layanan kesehatan.
Selain itu, ia menginformasikan saat ini ada 209 layanan kesehatan di Kota Bandung yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Jumlah itu terdiri dari 80 Puskesmas, 103 Klinik Pratama Swasta, 9 Klinik TNI, 3 Klinik Polri, 13 Dokter Praktek Perorangan, dan 1 Dokter Gigi.