Bandung – Untuk mewujudkan ruang wilayah aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta meningkatkan investasi di wilayah Kota Bandung, Pj Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono memaparkan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Bandung.
Hal ini disampaikannya langsung dihadapan Plt. Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Gabriel Triwibawa pada Rapat Koordinasi Lintas Sektor RDTR – Pembahasan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Bandung di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Jakarta Selatan, Selasa 14 Mei 2024.
Rakor yang digelar ini menindaklanjuti surat Pj Wali Kota Bandung, perihal permohonan persetujuan substansi rancangan peraturan kepala daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Bandung 2024-2044.
Dalam paparannya, Bambang mengatakan rencana tata ruang Kota Bandung cukup strategis. Di sana ada Rencana Tata Ruang Kawasan Cekungan Bandung. Hal ini merupakan amanat yang harus diterjemahkan dalam rancangan RDTR.
“Kota Bandung berada di kawasan Cekungan Bandung dan merupakan Kota Inti dari Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung dengan berbatasan dengan Kota Cimahi, KBB, Kab Bandung. Menurut kami tentunya harus kita siapkan dengan baik dan telisik,” kata Bambang.
Bambang menyebut, dalam rancangan RDTR, wilayah Kota Bandung dibagi menjadi 8 Sub Wilayah Kota (SWK). Masing-masing SWK dibagi lagi ke dalam Wilayah Perencanaan (WP) dalam RDTR. Setiap WP terdiri atas beberapa blok perencanaan.
Kedelapan wilayah tersebut terdiri dari WP Bojonagara, Cibeunying, Tegalega, Karees, Arcamanik, Ujungberung, Kordon dan Gedebage. Dengan rincian:
1. WP Bojonagara sebagai pusat penelitian dan teknologi yang ramah lingkungan serta simpul pergerakan di wilayah barat Kota Bandung.
2. WP Cibeunying sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi, pemerintah dan pariwisata yang berwawasan lingkungan.
3. WP Tegalega sebagai simpul pergerakan, pusat perdagangan dan jasa, dan pengembangan sentra industri kecil menengah yang aman, nyaman dan berkelanjutan.
4. WP Karees sebagai pusat perdagangan dan jasa, pengembangan sentra industri kecil menengah, dan pengembangan etalase produk karya dan jasa yang aman dan nyaman.
5. WP Arcamanik sebagai penyangga pusat kota melalui pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan.
6. WP Ujungberung sebagai pusat pelestarian budaya Sunda dan pengembangan ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
7. WP Kordon sebagai pusat pelayanan permukiman perkotaan humanis.
8. WP Gedebage sebagai simpul transportasi regional, pusat perdagangan dan jasa, serta pusat pelayanan permukiman terintegrasi dan berkelanjutan.
“Kami terjemahkan kembali di dalam rencana struktur ruang. Paling tidak kami sudah mengatur 9 struktur sistem, sampai sistem jaringan prasarana lainnya. Begitu juga dengan rencana pola ruangnya,” ujarnya.
Pemkot Bandung juga berkomitmen mempertahankan pola ruang untuk zona lindung sebanyak 5 persen yang terdiri atas badan air, perlindungan setempat, ruang terbuka hijau dan konservasi.
“Bicara soal pola ruang, tetap ada kawasan lindunganya 5 persen. Termasuk dengan ruang terbuka hijau ini perlu kita siapkan,” katanya.
“Berikutnya, bagaimana kita ingin mewujudkan program perwujudan rencana pola ruang yang kita terjemahkan didalam indikasi dan program yang merupakan bagian tidak terpisah. Bahkan kami membuat pengaturan mengenai zonasi, baik itu tentang teknik bonus zioning dan conditional lines,” imbuhnya.
Ia berharap, rancangan RDTR Kota Bandung ini segera dapat diputuskan untuk memberikan kepastian investasi, kepastian hukum untuk yang akan berinteraksi di Kota Bandung.
Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Gabriel Triwibawa berharap, cita-cita meningkatkan investasi menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
Ia menilai untuk mewujudkan itu sangat mutlak diperlukan RDTR. Kehadiran RDTR yang berkualitas membuat produk hukum yang dihasilkan tidak akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Terutama hambatan dalam proses perizinan investasi.
“Seiring dengan berjalannya sistem RDTR OSS, sistem tersebut sangat berimplikasi dengan peningkatan grafik Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)-nya. Semakin banyak KKPR yang terbit melalui konfirmasi RDTR ini,” katanya.
“Saya komitmen untuk bisa menyelesaikan secepatnya (persetujuan substantif) dengan tentu komitmen dari temen-temen teknis,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional menyebut pemanfaatan ruang merupakan prasyarat Indonesia sebagai negara dengan pendapatan tinggi (high income).
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) merupakan representasi tata ruang sebagai panglima pelaksanaan pembangunan, dan sejalan dengan amanat yang tercantum dalam UU Penataan Ruang.
Kebijakan tersebut untuk peningkatan daya saing investasi di Indonesia melalui penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha.