BANDUNG — Langkah nyata menuju kota yang lebih inklusif terus dilakukan. Kali ini, jalur pedestrian di sekitar Taman Lalu Lintas Kota Bandung mulai ditata ulang agar lebih ramah bagi seluruh warga, termasuk penyandang disabilitas.
Revitalisasi trotoar dilakukan di sejumlah titik seperti Jalan Sumatera, Jalan Aceh, Jalan Kalimantan, dan Jalan Belitung.
Menariknya, trotoar di kawasan ini kini menggunakan material aspal, bukan lagi paving block seperti umumnya.
Tujuannya jelas: memudahkan mobilitas semua pengguna, terutama kelompok dengan kebutuhan khusus seperti tunanetra dan pengguna kursi roda.
“Ini adalah tahapan berikutnya dari desain ruang kota. Trotoar ini kita bangun sedemikian rupa supaya bisa digunakan semua orang,” kata Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, saat meninjau langsung lokasi, Selasa, 8 Juli 2025.
Farhan menyebut, proyek ini merupakan bagian dari uji coba yang dinamai laboratorium ruang publik. Konsepnya, setiap desain jalan atau trotoar diuji terlebih dahulu untuk melihat efektivitas dan kenyamanannya bagi pengguna ekstrem.
“Dalam konsep ruang publik, kita harus memikirkan ‘extreme user’, contohnya tunanetra dan pengguna kursi roda. Kita lihat tadi bagaimana kenyamanannya. Ini jadi acuan untuk perbaikan ke depannya,” tambahnya.
Tak hanya soal permukaan, jalur pedestrian ini juga akan ditambah fasilitas penunjang seperti lampu penerangan dan taman.
Farhan mengaku, saat ini kondisi pencahayaan di area tersebut masih kurang, dan akan segera ditindaklanjuti bersama Dinas Perhubungan serta Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman.
“Saya belum berani ajak orang jalan malam karena kondisinya masih gelap. Nanti kita coba pasang lampu pedestrian yang sederhana tapi terang, seperti PJL,” ujarnya.
Terkait waktu penyelesaian, Farhan menyampaikan bahwa proyek ini akan terus dievaluasi tanpa tenggat ketat, karena tujuannya adalah menciptakan standar ruang publik yang adaptif terhadap kondisi lapangan.
“Setiap tempat bisa berbeda-beda. Misalnya, ada titik yang sempit atau akar pohonnya keluar permukaan. Itu harus diperhatikan agar tetap aman dan nyaman,” jelasnya.
Respons positif datang dari masyarakat. Unang, warga yang menggunakan tongkat bantu jalan, menyarankan agar trotoar tetap memiliki batas yang bisa dirasakan lewat tongkat.
“Minimal harus ada batas satu bata. Jadi tongkat bisa deteksi batasnya. Guiding block di kiri kanan juga sangat membantu,” katanya.
Sementara itu, Aden Achmad, pengguna kursi roda, mengapresiasi kenyamanan jalur aspal yang lebih stabil. Namun, ia juga berharap jalur masuk dan keluar trotoar bisa dibuat landai dan aman.
“Aspal lebih enak, roda enggak banyak guncangan. Tapi harus ada turunan yang landai biar gampang naik turun dari jalan. Idealnya kemiringan 5–7 derajat. Pinggirannya juga harus aman, jangan sampai kursi roda terperosok ke selokan,” ujar Aden.
Dengan pendekatan yang inklusif ini, Pemerintah Kota Bandung terus berupaya menghadirkan ruang publik yang lebih manusiawi bukan hanya cantik secara estetika, tapi juga ramah dan aman untuk semua warga, dari anak-anak hingga penyandang disabilitas.