Bandung – Lokasi sekitar eks-TPA Cicabe di Kelurahan Jatihandap, Kecamatan Mandalajati rencananya akan dibangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Namun, masih ada pro kontra yang terjadi di tengah masyarakat.
Ayi, Ketua RW 06 Jatihandap menyebutkan, ada enam RW yang akan terkena dampak dari pembangunan TPST tersebut. Di antaranya RW 03, 06, 07, 09, 14, dan 15.
“Sosialisasi ini sebenarnya masih kurang jelas. Berapa jumlah ton sampah yang akan diolah per hari di TPST ini nantinya. Kita juga belum tahu pasti akan menampung sampahnya dari Bandung Raya atau hanya satu kecamatan,” jelas Ayi kepada Humas Kota Bandung, Rabu 23 Agustus 2023.
Hal tersebut yang membuat masyarakat ingin menunda pembangunan TPST hingga adanya sosialisasi yang jelas dari pemerintah terkait.
“Saya minta tunda dulu sampai ada sosialisasi yang jelas. Sebab, katanya yang namanya TPST itu kan sampahnya sudah dipilah. Kemarin belum ada kejelasannya di TPST Cicabe ini mau sampah jenis apa saja,” lanjutnya.
Ayi mengatakan, sebagai mitra Pemkot Bandung, tentu akan mendukung program-program pemerintah. Asalkan semuanya harus dimusyawarahkan terlebih dulu dan ada informasi yang jelas.
“Kita masih tunda dulu pembangunan TPST ini karena banyak informasi yang belum jelas. Selain itu, kontruksi tanahnya labil. Hal yang kami inginkan itu sosialisasi dari dinas terkait, bukan cuma camat dan lurah,” tegasnya lagi.
Ia menambahkan, beberapa hari lalu lurah dan camat sudah mengintruksikan kepada seluruh RW di sekitar eks-TPA Cicabe untuk studi banding ke Soreang dan Cicukang. Saat itu ia diwakili Sekretaris RW 06.
“Kata dia (Sekretaris RW 06), memang bagus juga sistem TPST kemarin di Soreang dan Cicukang Holis. Baunya juga cuma di dalam saja, tidak sampai ke luar,” ucapnya.
“Tapi yang namanya warga itu pasti tetap ada yang pro dan kontra. Di sini tugas RW untuk mengumpulkan dan mencari jalan keluar terbaiknya,” imbuh Ayi.
Setelah kunjungan tersebut, dalam waktu dekat keenam RW yang terdampak juga akan kembali mengadakan rapat untuk menyamakan persepsi. Sebab menurutnya, masing-masing RW pasti memiliki komitmen lain.
“Kita akan rapat biar menyamakan persepsi. Kalau misalnya dikatakan menolak, kita tidak akan mau ikut studi banding kemarin ke Soreang dan Cicukang,” ujarnya.
Pun jika ternyata warga sepakat dengan adanya TPST, ia mengatakan, pemerintah harus menyediakan perjanjian hitam di atas putih. Jangan sampai di awal ada banyak janji, tapi ternyata tidak terpenuhi.
Hal itu juga diakui Slamet, Ketua RW 03 Jatihandap. Ia menuturkan, para RW telah berkoordinasi dengan pihak kelurahan, kecamatan, forum RW.
“Untuk hasilnya, itu bagaimana nanti saja, saya belum bisa bilang. Kemarin kami juga sudah studi banding ke Soreang dan Cicukang Holis,” aku Slamet.
Sementara itu, salah satu warga RW 14, Dadang menyebutkan ada banyak keresahan warga terkait TPST yang nanti akan dibangun di Cicabe.
“Saya kebetulan juga pengangkut sampah di sini. Di sini katanya mau ada pembangunan untuk TPST. Warga sekitar keberatan karena tanahnya labil. Untuk air limbahnya juga bisa merembes ke saluran bawah. Khawatirnya akan merembes sampai ke jalan,” ungkap Dadang.
Ia juga mengaku belum mendapat kabar yang jelas mengenai sistem pengolahan TPST di Cicabe.
Selain permasalahan dampak limbah dan ketidakstabilan tanah, hal lain yang dikeluhkan warga yakni sempitnya akses jalan. Jika pembangunan dilakukan, khawatir jalan akan semakin rusak.
“Pembangunan itu akan banyak kendaraan berat yang lewat. Takutnya jadi ada masalah di akses jalan. Pas pembangunannya juga takut ada masalah longsor juga. Tahun 1982 juga sudah pernah longsor di sini,” sebutnya.
Meski begitu, Dadang akui jika sebenarnya kehadiran TPST bisa menghasilkan lapangan pekerjaan baru. Namun, harus dilihat dulu dampak lain yang akan dialami masyarakat.
“Kalau mau, baiknya bangun TPST di Pasir Impun. Di sana juga dulu pernah dijadikan TPA seperti Cicabe. Lahannya jauh lebih aman daripada di sini,” imbuhnya.
Serupa dengan Dadang, Ace yang juga warga RW 14 Jatihandap mengatakan, ia khawatir jika TPST Cicabe dibangun, akan mengakibatkan longsor karena lahannya labil. Selain itu, akses jalan pun menjadi persoalan selanjutnya.
“Sebenarnya kalau tempat yang dulunya adu domba itu bisa dipakai. Tapi balik lagi, salah satu permasalahan utamanya itu akses jalan,” kata Ace.
“Eks-TPA Cicabe ini sudah tiga kali dipakai. Waktu dulu Cicabe penuh, sampah pindah ke Pasir Impun. Setelah itu ke Leuwigajah. Waktu Leuwigajah longsor, ke sini lagi buangnya. Baru setelah itu semua dibuang ke Sarimukti,” paparnya.
Ia berharap, jika memang TPST akan dibangun dalam waktu dekat, pemerintah perlu masif lakukan sosialisasi. Serta memastikan semua kekhawatiran masyarakat bisa teratasi.
“Harus sesuai dengan kesepakatan di awal. Jangan sampai kekhawatiran kami terjadi. Apalagi untuk TPST ini sosialisasi ke warganya juga masih kurang,” tuturnya.