BANDUNG — Upaya Pemerintah Kota Bandung dalam menghadirkan infrastruktur jalan yang merata dan nyaman kini makin terlihat nyata.
Tak hanya fokus pada kawasan pusat kota, Pemkot bersama DPRD Kota Bandung turut menyasar wilayah pinggiran agar mendapat kualitas jalan yang setara.
Komitmen ini mengemuka dalam program Parlemen Talks yang disiarkan di Radio Sonata pada Selasa, 17 Juni 2025.
Hadir sebagai narasumber, Anggota Komisi III DPRD Kota Bandung, Yoel Yosaphat, serta Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Bandung, Didi Ruswandi.
Yoel menyoroti kondisi jalan di Kota Bandung yang masih belum merata kualitasnya.
“Ada yang bagus-bagus, enak dilalui, tapi ada juga yang bergelombang, kapalan, bahkan bisa membahayakan pengendara,” ungkapnya.
Menurutnya, citra Bandung sebagai kota indah seharusnya tak hanya tampak di kawasan seperti Dago atau Jalan Asia Afrika.
Ia menegaskan pentingnya pemerataan pembangunan infrastruktur hingga ke pelosok kota.
“Kita harus pastikan seluruh jalan di Bandung memiliki kualitas yang setara,” tegas Yoel.
Ia juga menambahkan bahwa penyelesaian masalah jalan bukan hanya tugas pemerintah, melainkan perlu dukungan dari berbagai elemen.
“Perlu sinergi antara Pemkot, DPRD, dan juga masyarakat. Kita harus bahu-membahu menyelesaikan persoalan ini. Saya berharap lima tahun ke depan semuanya akan membaik. Dengan penanganan yang baik, bisa mewujudkan jalan mulus dan saluran lancar,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala DSDABM Kota Bandung, Didi Ruswandi mengakui masih ada banyak jalan yang belum masuk kategori “mantap”. Salah satu tantangan utamanya adalah keterbatasan anggaran.
“Kalau mau jalan mantap, anggarannya juga harus memenuhi kebutuhan minimal. Namun tren anggaran sempat menurun,” katanya.
Didi mengungkapkan bahwa tujuh tahun lalu, anggaran peningkatan jalan pernah menyentuh angka Rp970 miliar.
Namun dalam beberapa tahun terakhir sempat merosot hingga Rp220 miliar. Tahun ini, anggaran kembali meningkat menjadi sekitar Rp440 miliar.
Selain jalan, Didi turut menyoroti kondisi kirmir struktur penahan tanah di tepi saluran air yang banyak mengalami kerusakan akibat cuaca ekstrem.
“Curah hujan tinggi yang tidak menentu memperburuk kondisi, sementara di banyak titik, kirmir ditempati oleh warga karena keterbatasan lahan. Ini bisa menimbulkan bahaya baru,” jelasnya.
Kabar baiknya, sejak dibukanya saluran pengaduan, laporan dari masyarakat terkait kerusakan jalan mengalami penurunan drastis.
“Hari pertama bisa sampai 400 pengaduan, sekarang tinggal 3 sampai 6 laporan per hari,” ujar Didi.
Meski demikian, jenis pengaduan kini bergeser. Jika sebelumnya dominan soal jalan berlubang, kini lebih banyak tentang jalan bergelombang yang memerlukan penanganan dengan metode overlay atau pelapisan ulang.
Untuk warga yang ingin melaporkan kondisi jalan, saluran air, atau infrastruktur lainnya, DSDABM membuka akses pengaduan melalui hotline resmi maupun aplikasi SIMKURING milik Pemkot Bandung.