BANDUNG – Meningkatnya kasus Diabetes Melitus (DM) pada remaja di Kota Bandung setahun terakhir menjadi catatan tersendiri bagi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung.
Berdasarkan data dari Dinkes Kota Bandung, sebanyak 9 orang di bawah usia 15 tahun tercatat mengidap DM tipe 1 pada tahun 2021. Sedangkan di usia 15-19 tahun, sebanyak 2 orang mengidap DM tipe 1, dan 9 orang DM tipe 2.
Sedangkan pada tahun 2022, kasus DM tipe 1 usia di bawah 15 tahun sebanyak 9 orang dan tipe 2 sebanyak 44 orang. Lalu, pada usia 15-19 tahun sebanyak 24 orang mengidap DM tipe 1, dan 57 orang mengidap DM tipe 2.
Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinkes Kota Bandung, dr. Intan Annisa menyampaikan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung telah melakukan beberapa upaya untuk mendeteksi sejak dini kasus DM di kalangan remaja. Salah satunya dengan jemput bola langsung, sosialisasi ke sekolah-sekolah di Kota Bandung.
“Setiap penduduk berhak atas skrining gratis itu setahun sekali. Cuma mungkin banyak yang belum tahu ada program itu. Makanya kita terus sosialisasikan program skrining gratis ini kepada masyarakat agar lebih banyak yang sadar. Untuk sekolah sendiri dijatahi skrining satu tahun sekali. Tapi setiap bulannya bergilir agar semua sekolah bisa diperiksa,” ujar Intan, Senin 27 Februari 2023.
Sejak Januari 2023, Dinkes lebih masif melakukan skrining ke sekolah-sekolah. Meski sebelumnya pun pihaknya telah melakukan sosialisasi ke beberapa sekolah. Namun, pada dua bulan ini dilakukan skrining terintegrasi.
“Pada bulan-bulan ini teman-teman puskesmas lebih gencar lagi lakukan skrining terintegrasi. Bukan hanya penyakit tidak menular tapi juga mata, jiwa, itu dimasifkan lagi. Alhamdulillah bukan hanya ke sekolah, kantor, bahkan di pusat perbelanjaan,” ucapnya.
Sebab, menurutnya jika hanya mengandalkan jam operasional puskesmas, skrining DM sulit dilakukan, apalagi saat itu masih waktu sekolah. Sehingga, terjun langsung ke lapangan menjadi upaya terbaik yang bisa dilakukan.
“Kita yang turun ke sekolah-sekolah terutama SMP SMA, bahkan universitas juga. Jadi memang kunci untuk penanggulangan ada jemput bola karena DM berbeda dengan penyakit menular yang gejalanya terlihat,” tuturnya.
“Kalau DM ini gejalanya jarang terlihat, jadi kunci pentingnya adalah bagaimana kita temukan kasus dan langsung diberikan langkah pencegahan, melalui skrining yang masif,” ungkap Intan.
Sosialisasi edukasi DM ini pun melibatkan peran dari kader kesehatan remaja. Sebab, menurut Intan, ajakan edukasi yang paling bisa didengar jika imbauan disampaikan langsung oleh anak-anak usia mereka.
“Makanya kita biasa libatkan para kader kesehatan remaja untuk ikut dengan harapan mereka mampu mengedukasi teman-teman sebayanya,” katanya.
Selain itu, upaya ke depan yang diharapkan bisa menekan angka DM di Kota Bandung adalah peran serta pentahelix. Bukan hanya dari organisasi perangkat daerah (OPD), akademisi, tapi juga para pelaku usaha kuliner.
Ia berharap, suatu saat nanti restoran-restoran di Kota Bandung juga sudah bisa melakukan edukasi. Tidak hanya memasang harga pada menu, tapi juga ada informasi lain seperti kandungan kalori, gula, dan komposisi krusial dalam makanan.
“Ini mengandung sekian kalori, setara dengan Anda berlari sekian menit. Bukan tidak boleh dikonsumsi, tapi semua orang jadi tahu dan peduli untuk membatasi konsumsi makanan tersebut. Serta perlu dibarengi dengan olahraga dan aktivitas yang sesuai. Istilah para spesialis penyakit dalam itu: jamu gendong (jaga mulut, banyakin gerak dong),” paparnya.
Ia menambahkan, berdasarkan arahan dari wali Kota Bandung, Kantin Sehat akan kembali dihidupkan lagi di sekolah-sekolah. Tentu juga dengan memperhatikan batasan yang ada karena Covid-19 masih perlu diwaspadai.
“Bisa juga diakali dengan mengajak anak untuk rutin membawa bekal dari rumah karena kalau masakan rumahan bisa lebih terpantau komposisinya. Untuk keluarga yang memiliki anak remaja agar dapat memeriksakan kesehatan anak mereka secara berkala, setahun sekali, bisa di sekolah atau puskesmas,” imbuhnya.
Di samping itu, hal yang harus dilakukan adalah menghindari asap rokok, rutin beraktivitas fisik secara positif agar kalori yang masuk dapat dikeluarkan kembali, diet sehat, batasi konsumsi gula maksimal empat sendok makan sehari dari semua makanan/minuman yang dikonsumsi dalam sehari, rajin membaca komposisi atau kandungan bahan makanan kemasan, istirahat yang cukup.