BANDUNG – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy’ari melanggar kode etik pedoman penyelenggara Pemilu.
Hal ini merupakan hasil sidang putusan terhadap perkara 135-PKE/DPP/XII/2023, 136-PKE/DKPP/XII/2023, 137-PKE/DKPP/XII/2023, dan 141-PKE/DKPP/XII/2023.
“Teradu satu (Hasyim Asy’ari) dalam perkara nomor 135-PKE/DPP/XII/2023 perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023, perkara nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman penyelenggara Pemilu,” ungkap Ketua DKPP, Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan, Senin (5/2/2024).
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu satu dalam perkara nomor 135-PKE/DPP/XII/2023 perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023, perkara nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023 selaku ketua merangkap anggota KPU sejak putusan ini dibacakan,” lanjutnya.
Selain Hasyim, ada enam anggota KPU lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap. Mereka turut dikenakan sanksi berdasarkan empat laporan yang diajukan ke DKPP.
Dalam putusan ini, ketua dan anggota DKPP menilai bahwa ketua dan anggota KPU terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada 25 Oktober 2023. Padahal saat itu diketahui peraturan KPU masih mengharuskan calon memiliki usia minimal 40 tahun.
Sementara menurut para pelapor, Hasyim dan anggota KPU disebut tidak melakukan revisi atau perubahan pada peraturan setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Namun perubahan persyaratan usia calon baru dilakukan oleh KPU setelah proses pendaftaran Gibran Rakabuming Rakw dimulai dan proses pencalonannya tetap diakui sah.
Atas putusan yang telah ditetapkan, DKPP pun menginstruksikan KPU untuk melaksanakan keputusan tersebut. Selain itu, DKPP mengajukan permintaan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi implementasi keputusan ini.
Pencalonan Gibran bisa Gugur?
Sementara itu Koordinator Tim Pembela Demokrasi 2.0, Patra M Zen menyebut ada dua langkah yang bisa diambil untuk menggugurkan keputusan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres.
“Ada 2 yang bisa dilakukan sebenarnya, mengajukan pembatalan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), pembatalan surat keputusan penetapan calon itu di PTUN,” katanya, melansir dari Okezone, Senin (5/2/2024).
Kemudian langkah kedua, untuk meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau KPU sebagai penyelenggara untuk membatalkan keputusan tersebut.
“Yang kedua meminta kepada presiden untuk memberhentikan dan atau meminta kepada KPU untuk membatalkan sendiri keputusannya,” ujarnya.
Namun ketika ditanya langkah dari TPDI, dia mengatakan pihaknya masih mendiskusikan dan mempelajaran terkait hukum lanjutan tersebut.
“Untuk upaya hukum lanjutan dengan pencalonan ini silakan masyarakat melakukan upaya, kami sekarang sedang mendiskusikan apakah kami akan melakukan hukum lanjutan, karena kita harus pelajari juga,” tegasnya.
Sumber: Okezone, Tempo