BANDUNG – Sahabat Amal, Milenialsering dicap sebagai generasi yang malas dan manja. Banyakstigma negatif yang disematkan pada generasi ini. Merekadinilai menyukai hal instan, tidak loyal, dan gemar berpindah-pindah tempat kerja. Namun hal tersebut kemudian dipatahkanoleh belasan milenial yang diterjukan ke lokasi bencana Cianjuruntuk melakukan assesment bencana.
Manager Program Rumah Amal Salman, Muhammad Akbar Fajar Siddiq menyampaikan ini merupakan kali pertama bagiRumah Amal Salman menerjunkan relawan muda di tahapassesment. Di mana pada tahap ini, situasi di bencana masihcrowded. Biasanya relawan baru diturunkan ketika lokasibencana sudah masa recovery, sebab suasananya sudah tenang.
“Meski generasi milenial terlanjur mendapatkan stigma negatif, kami percaya anak-anak milenial yang kami pilih untuk terjunke lokasi bencana memiliki tanggung jawab yang luar biasa. Ada spirit bagi mereka membantu sesama, membuat kita bisamengandalkan mereka,” ungkap Fajar.
Fajar juga menyampaikan sejauh ini sudah ada tiga kloter relawan yang diterjunkan ke lokasi. Mereka merupakan mahasiswa dari berbagai kampus, seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), UIN Sunan Gunung Djati, Institut Kesehatan Rajawali, Poltekesos, Politeknik Manufaktur Bandung (Polman), Institut Agama Islam Cipasung (IAI).
“Karena belum begitu pulih, warga terdampak masih sangat perlu dibantu. Relawan kloter ke tiga ini akan membantu pemulihan psikososial anak, meninjau kesehatan warga, termasuk menyiapkan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan MCK. Proses assement ini dilakukan oleh para relawan yang memiliki latar belakang keilmuan sesuai program yang akan dilaksanakan,” imbuhnya.
Uniknya, seperti tidak kenal lelah para relawan ini tetap bisa melaksanakan tugasnya sebagai mahasiswa. Siang hari mereka bergerilya menyambangi tenda-tenda untuk menanyakan kebutuhan warga, pada malam hari mereka mengerjakan tugas akademiknya di tenda. Hingga saat ini, mereka juga bahkan masih membantu tim ahli melakukan survei untuk menemukan titik –titik lokasi untuk kembali dilakukan pembangunan tenda.
“Meski para relawan kami tergolong generasi milenial, tetapi mereka cukup dewasa dan tentunya profesional,” kata Syahrial, Penanggungjawab Relawan.
Rial menambahkan, meski ada saja beberapa cerita mengenai kerinduan mereka kepada keluarga atau kekhawatiran keluarga pada mereka. Namun dengan teguh mereka meyakinkan bahwa menjadi relawan bisa sangat bermanfaat, terutama bagi warga yang membutuhkan.
Di sisi lain, dalam kebencanaan ini Rumah Amal Salman bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdiankepada Masyarakat (LPPM) ITB, dibantu oleh akademisi dariSekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan(SAPPK) ITB telah menyalurkan bantuan baik berupa program jangka dekat, menengah, dan juga panjang. Sejak terjun ke lokasi setidaknya sudah ada 7 unit Shelter Komunal milik LPPM ITB yang dibangun di 4 titik desa, di antaranya Desa Benjot, Rancagoong, Cibulakan, dan Sukamanah.
Sementara bantuan lainnya ada pembangunan 21 unit Shelter Keluarga, pembangunan Sanitasi di Desa Garogol, penyaluran 1 ton beras, layanan psikososial, termasuk layanan dasar seperti makanan, pakaian, dan obat-obatan. Program bantuan tersebut telah bermanfaat bagi sebanyaknya 3.436 jiwa warga penyintas gempa Cianjur.
Bantuan untuk penyintas Cianjur masih terus digulirkan. Oleh karenanya, Rumah Amal Salman bersama LPPM ITB masih terus melanjutkan rencana pembangunan Hunian Sementara (Huntara) dan Hunian Tetap (Huntap) karena sebagian besar warga memang tidak lagi memiliki tempat tinggal