BANDUNG – Kepolisian Resor (Polres) Cimahi berhasil menggulung tiga tersangka asal Kabupaten Bandung Barat (KBB), yakni G (57), D (23), dan A (48), yang terlibat dalam peredaran uang palsu.
Para pelaku ini diketahui telah mengedarkan uang palsu selama lebih dari sebulan, dengan total keuntungan mencapai Rp10 juta.
Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, mengungkapkan bahwa uang palsu yang mereka edarkan tidak hanya dijual secara langsung, namun juga melalui platform daring, sehingga dapat menjangkau pembeli dari berbagai daerah.
“Modus operandi mereka adalah memproduksi uang palsu dengan meniru pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu, yang kemudian dijual secara langsung maupun online. Dari uang palsu senilai Rp4 juta, mereka hanya menerima Rp1 juta uang asli,” jelas Tri dalam konferensi pers di Polres Cimahi pada Jumat (22/11/2024).
Penyelidikan polisi mengungkap bahwa uang palsu tersebut telah dijual ke beberapa daerah, termasuk Jawa Timur (Jatim) dan Palembang.
“Berdasarkan keterangan para tersangka, mereka sudah mengedarkan uang palsu ke berbagai wilayah, seperti Indramayu, Jawa Timur, dan Palembang. Kami masih mendalami berapa banyak uang palsu yang telah berhasil mereka jual di daerah-daerah tersebut,” ujar Tri.
Menurutnya, peredaran uang palsu ini dilakukan dengan cara yang terorganisir, dengan masing-masing tersangka memiliki peran yang berbeda.
Beberapa di antaranya bertanggung jawab dalam mendesain uang palsu, mencetak, memotong pecahan uang, hingga mengedarkan dan menjualnya.
Proses pembuatan uang palsu ini dilakukan secara otodidak menggunakan bantuan aplikasi desain, sehingga hasilnya menyerupai uang asli pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu.
“Mereka belajar secara mandiri, dengan masing-masing memiliki peran spesifik, ada yang mendesain, mencetak, memotong, dan mengedarkan uang palsu,” ungkap Kapolres.
Polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti berupa ribuan lembar uang palsu pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu, dengan total nilai mencapai Rp79 juta.
Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 244 KUHP juncto Pasal 36 juncto Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011, yang mengatur tentang pemalsuan atau peniruan uang yang diterbitkan oleh negara atau bank.
“Ancaman pidananya bisa mencapai 15 tahun penjara atau denda sebesar Rp10 miliar,” tegas Kapolres.