BANDUNG — Pemerintah Kota Bandung terus mendorong terciptanya ruang kota yang lebih ramah dan inklusif bagi seluruh warganya.
Salah satu buktinya terlihat dari pembangunan trotoar multifungsi di kawasan Taman Lalu Lintas yang ditargetkan rampung dalam waktu sepekan ke depan.
Pembangunan ini merupakan proyek percontohan yang digarap Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (DSDABM) Kota Bandung, dengan pendekatan desain yang tidak hanya ramah disabilitas, tapi juga nyaman untuk jogging.
“Kalau dulu trotoar-trotoar di Kota Bandung umumnya tidak menggunakan material aspal. Tapi Pak Wali Kota sekarang, Pak Farhan, mengarahkan agar trotoar bisa multifungsi. Salah satunya agar bisa dipakai jogging, dan dari kajian, material aspal itu lebih nyaman digunakan dibanding beton,” ujar Kepala DSDABM Kota Bandung, Didi Ruswandi saat meninjau lokasi pada Selasa, (1/7/2025).
Didi menuturkan, penggunaan aspal membuat permukaan trotoar terasa lebih empuk sehingga aman bagi pelari dan pengguna kursi roda.
Proyek ini didesain melingkar sepanjang kurang lebih 800 meter, mengelilingi area Taman Lalu Lintas.
Selain dilengkapi jalur pemandu (guiding block) dan ramp bagi disabilitas, lebar trotoar juga disesuaikan dengan kondisi eksisting agar tetap aman dan representatif.
“Ini bukan hanya soal jogging. Yang utama adalah tetap ramah disabilitas. Jadi selain desainnya memperhatikan guiding block, ramp, dan akses lainnya, kita juga ingin trotoar ini nyaman untuk semua kalangan. Apalagi bentuknya looping, cocok untuk warga yang ingin berolahraga ringan sambil menikmati suasana taman,” tambah Didi.
Lebih jauh, Didi menyampaikan bahwa revitalisasi ini juga bagian dari misi Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, untuk membangun kota yang humanis dan partisipatif.
Bahkan, ada rencana untuk mengadakan lomba lari anak-anak saat proyek ini sudah tuntas.
“Pak Wali juga sempat menyampaikan ide, kalau sudah rampung, beliau ingin ada kegiatan seperti lomba lari anak-anak di trotoar ini. Jadi bisa jadi momen aktivasi ruang publik sekaligus mengajak masyarakat menjaga bersama fasilitasnya,” kata Didi.
Namun demikian, ia menekankan bahwa infrastruktur ramah disabilitas hanya akan berfungsi optimal jika didukung kesadaran masyarakat.
Trotoar sering kali disalahgunakan untuk aktivitas berdagang, parkir liar, atau nongkrong yang menutup akses pejalan kaki.
“Infrastruktur yang inklusif harus dibarengi dengan perilaku yang inklusif juga. Kalau trotoar dipakai buat dagang atau parkir, ya disabilitas tetap enggak bisa lewat. Kalau nongkrongnya sampai menutup jalur, sama saja. Jadi saya mengimbau, mari kita jaga sama-sama, aktifkan ruang publik ini, dan bangun budaya saling menghormati,” pesannya.
Jika pilot project ini dinilai berhasil, DSDABM siap mengembangkan trotoar serupa di titik-titik strategis lainnya di Kota Bandung.
“Kalau ini berhasil, ini akan jadi model di banyak titik lain di Bandung. Jadi kita mulai dari sini dulu. Hal yang penting nyaman, aman, dan inklusif,” tutup Didi.
Melalui proyek ini, Pemerintah Kota Bandung menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur tak hanya berbicara soal fisik dan estetika, melainkan juga soal akses, kenyamanan, dan rasa memiliki bersama.
Taman Lalu Lintas pun bertransformasi menjadi ruang publik aktif yang sehat dan terbuka untuk semua.