BANDUNG – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan terus mendorong pengembangan konsep green pharmacy guna mengurangi penggunaan bahan kimia impor pada obat-obatan menjadi obat herbal.
Kementerian Kesehatan berupaya menggandeng lembaga riset dan universitas untuk melakukan sejumlah penelitian terkait konsep green pharmacy.
Dirjen Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes Lucia Rizka Andalusia mengatakan, pengembangan konsep green pharmacy saat ini tengah dilakukan di negara-negara maju di dunia.
“Di Dunia, perkembangan teknologi kefarmasian itu sekarang sudah bergeser dari produk kimia ke arah bilogic atau biofarmasi karena memberikan kecepatan dalam drug development (pengembangan obat),” ucap Lucia saat ditemui dalam seminar internasional yang digelar sekolah farmasi ITB soal konsep green pharmacy, Kota Bandung, Selasa (11/10/2022).
Menurutnya, konsep green pharmacy juga disebut bisa mengurangi pencemaran lingkungan dalam hal produksi obat-obatan.
“Kalau kimia kan kita tau sendiri dari mulai bahan baku kimianya saja sangat sulit, terlebih untuk mendapatkan reduksi cemarannya. Kemudian mendapatkan kemurniannya juga sulit. Nah sekarang di seluruh dunia itu sudah bergeser ke arah biofarmasi produk,” ujar Lucia.
Oleh karena itu, Lucia menuturkan, pihaknya menggandeng sejumlah lembaga riset dan universitas untuk melakukan pengembangan dan penelitian tentang konsep green pharmacy, khususnya di bidang pengembangan obat. Di antaranya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB).
Nantinya, kata Lucia, konsep green pharmacy diharapkan dapat menurunkan ketergantungan Indonesia akan bahan baku obat impor dan memiliki kemandirian di bidang farmasi.
“Salah satu yang berkaitan erat dengan ITB ini adalah kemandirian di bidang kesehatan dan kefarmasian, bagaimaina kita memiliki produk inovatif, bagaiaman indonesia memiliki kemanfirian di bidang kefarmasian dan tidak tergantung dari produk impor,” ujar Lucia.
“Di temen-temen universitas, di institusi riset itu melakukan penelitian dasar, manakala sudah menjadi penelitian terapan yang ke pasien itu tugas kami karena melibatkan rumah sakit yang ada di bawah kemenkes,” sambung Lucia.
Disisi lain, Deputi Bidang Fasilitas Riset dan Inovasi BRIN Agus Haryono menuturkan, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo terdapat tiga program yang menjadi fokus utama dalam skema riset inovasi indonesia maju. Pertama kesehatan, pangan, kemudian energi.
“Jadi tiga itu yang difokuskan, jadi kalau kesehatan (termasuk green pharmacy) terkait obat juga,” ucap Agus.
Tak tanggung-tanggung, Agus menyebutkan, tahun ini BRIN berencana mengirimkan para ilmuwannya untuk melakukan riset di luar negeri soal biodiversitas yang bisa menyukseskan pada konsep green pharmacy.
“Salah satu strategi kami di penguatan SDM setahun ini sampai lima tahun yang akan datang, kami akan mengirim 250 orang ke luar negeri di bidang biodiversitas. Karena kami mengharapkan biodiversitas kita bisa dimanfaatkan, termasuk untuk kesehatan,” ucap Agus.
Di tempat yang sama, Dekan Sekolah Farmasi ITB I Ketut Adyana menambahkan, pihaknya siap mendukung konsep green pharmacy demi terciptanya kemajuan dalam bidang farmasi.
Menurutnya, Green Pharmacy dipahami sebagai suatu konsep pengembangan dan pelaksanaan ilmu, riset, praktek, dan Industri farmasi yang memiliki wawasan ramah lingkungan.
Sekolah farmasi ITB memiliki 5 kelompok kellmuan (KK). Di antaranya Farmakokimia, Biologi farmasi, Farmakologi-Farmasi Klinik,Farmasetika, dan Ilmu Keolahragaan, yang masing-masing ada bisa berkaitan dengan green pharmacy.
Selain itu, seminar internasional yang bertajuk ‘Green Pharmacy: From Innovation Towards Development and Application for The Bright Future’ ini diikuti berbagai pihak baik dari akademisi, peneliti, praktisi, maupun profesi yang mendukung pengembangan dan pemanfaatan produk farmasi.
Di antaranya mencakup bahan dan sediaan obat, kosmetik, dan pangannutrasetikal.
Kesemuanya diharapkan dapat dikembangkan selaras dengan kelestarian alam untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit yang kita hadapi pada saat ini.
“Kami berusaha menilik permasalahan tersebut dengan harapan mencari solusinya ditinjau dari aspek kefarmasian sehingga diadakan acara Seminar Internasional Green Pharmacy,” ujar Ketut.
Di samping itu, kata Ketut, dalam seminar ini terdapat para ahli dari manca negara (Inggris, Belanda, Slovenia, Thailand, Jepang, dan Korea) berbagi ilmu dan pengalaman di bidang masing-masing.
Seminar ini dihadiri lebih dari seratus peserta dari pihak akademisi, peneliti, praktisi, maupun profesi.