BANDUNG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan penyalahgunaan dana tanggung jawab sosial (CSR) Bank Indonesia (BI) yang didistribusikan ke Komisi XI DPR RI melalui yayasan tertentu. Jumlah dana yang diduga terlibat mencapai triliunan rupiah
Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyidikan KPK, menyatakan pihaknya sedang mendalami pengakuan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi NasDem, Satori, yang mengungkap bahwa seluruh anggota Komisi XI menerima dana CSR BI tersebut.
“Itu yang kita sedang dalami di penerima yang lain, karena berdasarkan keterangan saudara S, teman-teman sudah catat ya, seluruhnya juga dapat. Ya, kan, seluruh anggota Komisi XI terima CSR itu,” ujar Asep seperti dilansir dari laman CNNIndonesia.com.
Asep juga menegaskan bahwa penyidik KPK telah menemukan indikasi penyalahgunaan dana tersebut yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial ini justru diduga dialihkan untuk kepentingan lain.
“Nah, yang sedang penyidik dalami adalah penyimpangan, karena kita dapat informasi, juga kita dapat dari data-data yang ada, CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan kepada mereka tidak sesuai peruntukannya,” jelasnya.
Salah satu temuan KPK adalah dugaan penyimpangan dana CSR BI di wilayah Cirebon, daerah pemilihan (Dapil) Satori saat maju sebagai calon legislatif pada Pemilu 2024.
“Sementara yang kita peroleh saat ini sudah ada penyimpangannya, itu yang di Cirebon. Jadi, setelah semuanya terima, tapi ada yang amanah, ada juga yang tidak sesuai peruntukannya,” tambah Asep.
Dalam pemeriksaan sebelumnya, Satori mengakui penggunaan dana CSR BI untuk kegiatan di Dapilnya.
“Programnya? Programnya kegiatan untuk sosialisasi di Dapil,” kata Satori di Gedung KPK.
Ia juga menyebut bahwa seluruh anggota Komisi XI menerima dana serupa untuk kegiatan di Dapil masing-masing melalui yayasan.
“Semuanya sih semua anggota Komisi XI programnya itu dapat. Bukan kita saja,” ujar Satori.
KPK juga telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi, termasuk Kantor Pusat Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penggeledahan berlangsung hingga delapan jam, mencakup ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo dan Departemen Komunikasi.
Gubernur BI sendiri membantah adanya pelanggaran, menyatakan bahwa pengelolaan dana telah sesuai dengan prosedur.
Meski demikian, kasus ini memicu kritik terhadap transparansi lembaga negara, mengingat besarnya dana yang terlibat dan dugaan keterlibatan legislatif.
Kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi terbesar yang menyeret nama BI dan DPR RI, menuntut langkah tegas terhadap para pihak yang terlibat.