BANDUNG — Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menyampaikan rencana besar pemerintah untuk menulis ulang sejarah Indonesia, khususnya pada bagian prasejarah.
Penulisan ulang ini akan melibatkan sekitar 100 sejarawan, profesor, dan doktor dari berbagai bidang keilmuan.
Hal itu ia sampaikan saat berkunjung ke Museum Ronggowarsito, Semarang Barat, pada Jumat (9/5/2025). Menurutnya, penulisan ini bukan bertujuan mengubah sejarah, melainkan memperbarui narasi berdasarkan data dan temuan terbaru.
“Jadi bukan diubah ya, kita meng-update sejarah kita itu, karena kita ini sudah lama belum menerbitkan tentang sejarah kita. Kebetulan tahun ini adalah 80 tahun Indonesia Merdeka,” ujar Fadli Zon seperti dilansir dari laman Detik.com.
Ia menjelaskan, hasil penulisan ulang ini nantinya akan diterbitkan dalam bentuk buku berjudul 80 Tahun Indonesia Merdeka yang memuat revisi, penambahan informasi, serta sejumlah temuan baru dari para ahli.
“Kita akan menerbitkan buku sejarah 80 Tahun Indonesia Merdeka dengan updated version, ada revisi, ada penambahan, ada temuan-temuan baru,” tambahnya.
Proyek ini disebut akan merujuk pada karya sejarah terdahulu seperti buku Sejarah Nasional Indonesia yang terbit pada 1984, serta Indonesia dalam Arus Sejarah yang terbit tahun 2012.
“Melibatkan mungkin 100 sejarawan, profesor, doktor di bidangnya masing-masing. Ada banyak, Susanto Zuhdi yang memimpin,” ucap Fadli Zon.
Bagian prasejarah menjadi fokus awal yang akan ditulis ulang, selain juga sejumlah bagian lain yang akan diperbarui sesuai perkembangan studi sejarah terkini.
Terkait pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal tragedi Madiun 1948, Fadli menegaskan bahwa peristiwa sejarah seperti pemberontakan PKI tetap dicatat sesuai fakta yang telah ada.
“Kita tahu bahwa PKI itu memang memberontak kan tahun ’48 dan itu yang banyak korban justru tokoh-tokoh kiai dari Nahdlatul Ulama ketika itu dari Gontor dan juga kepala-kepala institusi pemerintah, ada kepala pengadilan, kepala sekolah,” jelasnya.
“Jadi itu kan fakta ya, memang PKI memberontak tahun ’48, tahun ’65, itu fakta sejarah. Itu tidak kita ubah,” tegas Fadli.