BANDUNG – Pengawasan dan penegakan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang disahkan tahun 2021 masih dirasa kurang maksimal.
Disampaikan Mantan Anggota Pansus KTR Rediana Awangga, terbukti masih banyak ditemukan masyarakat merokok ditempat yang tidak semestinya.
Padahal Perda ini bukan sekedar aturan namun dibutuhkan untuk membangun kesadaran semua pihak terkait bahaya asap rokok.
“Perda KTR ini tidak mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Tapi kan bukan masalah itu, ketika sudah diperdakan semua orang harus mengikuti Perda ini,” tegas Awang sapaan akrabnya saat dihubungi wartawan, Selasa (29/10/2024).
Politisi NasDem ini pun menyampaikan, Perda ini hadir guna memastikan bahwa setiap orang di Kota Bandung menghormati hak dan kewajibannya masing-masing dalam hal ini terkait kenyamanan didalam sebuah ruangan atau kawasan.
Sebelum diatur dalam Perda, masyarakat yang merokok dan tidak merokok dicampur. Hal itu membuat sebagian masyarakat merasa terganggu dengan asap rokok begitupun sebaliknya ketika teman-teman yang memilih merokok kebingungan mencari wilayah mana saja yang tidak menganggu masyarakat yang tidak merokok.
“Dengan Perda KTR ini tentunya secara detail ditempat mana saja kemudian masyarakat yang merokok ini dapat bebas merokok dan temen-temen tidak merokok pun tidak terganggu asep rokok . Perda ini juga mengatur kewajiban pemilik gedung swasta dan pemerintah agar menyediakan kawasan tanpa rokok,” tegas anggota Komisi C DPRD Kota Bandung.
Lanjut Awang, sekarang yang jadi masalah apakah betul pengawasan Perda tersebut berjalan atau tidak. Pasalnya, ternyata di gedung pemerintah sekali pun masih ada perokok bukan ditempatnya.
“Bicara masyarakat, pemerintah dan DPRD harus memastikan sudah melaksanakan Perda tersebut jangan tidak. Jangan sampai kita bikin regulasi tapi malahan kita yang melanggar,” tandasnya.
Namun sebenarnya kata Awang, pengawasan itu harus dilakukan oleh semua pihak, siapapun itu harus saling mengingatkan bahwa di Kota Bandung ada Perda KTR.
“Kalau hanya pemerintah akan sulit melihat jumlah masyarakat yang merokok dan tidak merokok. Maka saya pikir lebih ke sosialisasi, itu penting baik stakeholder, terhadap seluruh bangunan gedung untuk disosialisasikan tempat-tempat tersebut. Fokus pemerintah adalah untuk melihat apakah si bangunan gedung itu sudah menyiapkan KTR atau tidak, fokus pelaksanaan terkait ruang merokok tersebut,” ucapnya.
Terkait belum masifnya sosialisi, kata Awang, terbukti dengan masih banyaknya masyarakat yang belum paham Perda KTR. Namun tak dipungkiri memang perlu waktu berapa tahun terus menerus hingga masyarakat paham dan konsistensi.
“KTR sudah ada di DPRD, dan sekarang temen-temen yang mau merokok ya disana diruang bebas merokok, memang butuh proses transisi ini, alhamdulilah terus kami gencarkan,” tuturnya.
Disinggung terkait satgas KTR, Awang mengakui sudah menjadi kebiasaan hanya ramai saat seremonial diawal tapi lupa konsisten.
“Saya memahami karena permasalah di Bandung banyak dan KTR ini salah satunya. Bukan hanya pengawasan tetapi gencar mensosialisasikan agar masyarakat pun memiliki kesadaran memiliki hak tidak terkena asap rokok dan perokok pun bisa tetap merokok diruang khusus,” ujarnya mengulang.
Untuk terus mendorong pemerintah kota menegakkan Perda tersebut, Awang pun menghimbau pemerintah kota Bandung membuat surat edaran. Sehingga disetiap event mulai tingkat kota hingga kewilayahan atau kelurahan agar mulai membiasakan melaksanakan Perda KTR tersebut.
“Harus diberikan semacam surat edaran, jadi setiap kegiatan disampaikan terkait teknis perda KTR, ini harus selalu diikutkan, mulai dibiasakan baik tingkat kota sampai kelurahan, surat edaran tersebut minimal diingatkan kembali kita punya perda dan disosialisasikan,” ucapnya.
Sanksi bagi pelanggar Perda KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di Kota Bandung sendiri adalah denda sebesar Rp500.000 dan sanksi sosial.
Perda ini mengatur larangan merokok di hampir semua ruang publik, seperti tempat ibadah, sekolah, transportasi umum, dan taman-taman publik.
“Sanksi sudah tegas didalam perda, namun ditegakan atau tidak itu yang menjadi soal. Saya pikir itu contoh-contoh penegakan perlu ada, tapi penting sosialisi kesadaran masyarakat agar punya empati merokok tanpa menganggu hak masyarakat yang tidak mau terpapar asap rokok,” tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Awang pun berharap perda tersebut dapat menjaga hak dan kewajiban baik itu bagi masyarakat yang merokok ataupun tidak. Pasalnya perokok masih dipersilahkan dengan catatan merokok diruang khusus merokok. Sebaliknya memberikan hak dan kewajiban kepada masyarakat yang tidak ingin terpapar asap rokok.