BANDUNG — Presiden terpilih Prabowo Subianto menyuarakan dukungan penuh terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, yang dinilai penting dalam upaya pemberantasan korupsi.
Namun, peringatan datang dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang menyoroti potensi penyalahgunaan regulasi ini jika tidak diawasi dengan ketat.
Dukungan Prabowo terhadap RUU ini disampaikan langsung dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Lapangan Monas, Jakarta, seperti dilansir dari laman Kompas.com, Kamis (1/5/2025).
Di hadapan ratusan ribu buruh, Prabowo dengan lantang berkata, “Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!”
Tak hanya menyuarakan dukungan, Prabowo juga mengajak buruh untuk ikut serta dalam gerakan antikorupsi. “Bagaimana? Kita teruskan perlawanan terhadap koruptor?” serunya, disambut riuh suara “Setuju!” dari massa buruh yang memadati lokasi.
Megawati: “Bisa Dipakai Memeras”
Di sisi lain, Mahfud MD, mantan Menko Polhukam, mengungkapkan adanya kekhawatiran Megawati terhadap implementasi RUU ini. Dalam pertemuan pribadi antara Mahfud dan Megawati, sang ketua umum PDI-P mengutarakan pandangannya secara terbuka.
“Terus saya ketemu dengan Bu Megawati, bicara saya. Alasannya masuk akal, meskipun itu bukan satu-satunya alasan. ‘Pak Mahfud,’ kata Bu Mega, ‘kami setuju tuh Undang-Undang Perampasan Aset, bagus’,” kata Mahfud dalam program Gaspol! Kompas.com, dikutip Selasa (13/5/2025).
“(Megawati berkata) ‘Tapi kalau sekarang itu diberlakukan, itu akan terjadi korupsi lebih besar karena polisi dan jaksa itu bisa menggunakan undang-undang itu untuk memeras orang agar asetnya tidak disita, diberi surat bersih tapi bayar sekian.’ Dan itu betul, bisa terjadi,” lanjut Mahfud menirukan pernyataan Megawati.
Pembahasan RUU Diundur ke 2026
RUU Perampasan Aset sejatinya telah diusulkan pemerintah sejak 2012, berdasarkan kajian dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dilakukan sejak 2008.
Bahkan, Presiden telah mengirim surat presiden (surpres) ke DPR pada 4 Mei 2023 untuk mendorong pembahasan.
Namun hingga kini, pembahasan tak kunjung dimulai. Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, menyebut bahwa RUU ini kemungkinan baru akan dibahas pada tahun 2026.
“Iya (dibahas tahun depan),” kata Nasir di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/5/2025). Ia menjelaskan bahwa Komisi III masih fokus menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Ya, mudah-mudahan selesai hukum acara pidana, kita akan masuk ke RUU Perampasan Aset,” ujarnya.
Mahfud: Ada Nuansa Politik
Mahfud MD juga mengisyaratkan bahwa mandeknya RUU ini tidak semata soal teknis, tetapi bisa jadi menyentuh ranah politik.
Ia menceritakan pengalamannya saat berbincang dengan Ketua Komisi III DPR kala itu, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul.
“Nah apa politisnya, kan gitu kan? Mungkin secara gurauan, mungkin diwakili oleh Pak Bambang Pacul, ‘Kalau pemerintah mau jangan ke kami. Kami ini kan korea, ke sana,’ gitu,” ungkap Mahfud.