BANDUNG – Pemerintah Kabupaten Bogor menertibkan bangunan kios atau warung-warung yang berada di sepanjang Jalan Raya Puncak pada Senin, 24 Juli 2024.
Penertiban pedagang kaki lima (PKL) oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di kawasan Gunung Mas Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, ini diwarnai kericuhan lantaran adanya perlawanan dari pedagang. Akibatnya lalu lintas Jalan Raya Puncak dari arah Cianjur menuju Bogor dialihkan menuju jalur alternatif Jonggol atau Sukabumi.
Penertiban PKL ini merupakan instruksi Pj Bupati Bogor, Asmawa Tosepu yang tujuannya agar ratusan pedagang di kawasan Puncak mengisi kios yang telah disiapkan Pemerintah Kabupaten Bogor, yakni Rest Area Gunung Mas. Penertiban ini juga bertujuan untuk meminimalisir kemacetan dan mencegah sampah liar menumpuk di sembarang tempat yang bahkan hingga memicu banjir serta pencemaran lingkungan.
Melansir dari laman Liputan6.com, terdapat 503 lapak PKL yang ditertibkan untuk segera pindah ke Rest Area Gunung Mas.
Kepala Bidang Ketertiban Umum Satpol PP Kabupaten Bogor, Rhama Kodara mengatakan bahwa sebanyak 450 personel gabungan dari Satpol PP, kepolisian dan TNI terlibat untuk membongkar lapak PKL yang berdiri mulai dari Simpang Tamansari Bogor sampai dengan kawasan Riung Gunung ini.
“Ratusan PKL itu tidak memiliki legalitas karena berdiri atas area publik seperti trotoar, di atas saluran air dan lahan kebun,” ujar Rhama.
Penjelasan PJ Bupati Bogor
Senada dengan itu, Pj Bupati Bogor, Asmawa Tosepu juga menyebut bahwa penertiban dilakukan untuk memanfaatkan rest area di Gunung Mas yang telah selesai dibangun.
“Yang namanya penolakan itu biasa, ini sebenarnya bukan penggusuran tetapi penertiban, penataan kawasan Puncak Bogor. Terutama sepanjang jalur ini, karena pemerintah pusat telah menyiapkan rest area dengan anggaran yang cukup fantastis, tapi tidak dimanfaatkan selama ini,” kata Asmawa.
“Pedagang yang tidak memiliki izin di sepanjang jalur Puncak ini memang harus dipindahkan, ditata di rest area,” cetusnya.
Ia juga menyebut bahwa masih ada sekitar 80 pedagang yang menolak untuk direlokasi. Pedagang yang setuju, lanjutnya, ada sekitar 300.
“Masalah ada yang kontra wajar, tetapi itupun kurang lebih hanya 80 pedagang hari ini. Tetapi ada kurang lebih 300 pedagang yang sudah menaruh kontrak untuk menempati ini. Jadi porsinya 70% semuanya setuju,” bebernya.
Lebih lanjut, pihaknya juga telah memberikan solusi terbaik untuk para pedagang agar pindah ke rest area Gunung Mas.
“Insentif yang diberikan pemerintah Kabupaten Bogor terkait pemanfaatan rest area ini misalnya 6 bulan ke depan dibebaskan retribusi. Kemudian jalur alternatif, jadi pihak Gunung Mas membuka sehingga keluar masuk itu lewat rest area, sehingga diyakini akan ramai,” ujarnya.
“Kemudian fasilitas lainnya misalnya penyambungan air bersih dibuatkan gratis juga. Dibuatkan event-event di sini, sehingga tetap ada konsentrasi massa di rest area, itu yang sudah kita siapkan,” jelasnya.
Pedagang Keluhkan Relokasi
Sementara itu, salah seorang pedangang bernama Sujadi (40) yang sudah belasan tahun berjualan di jalur wisata Puncak ini histeris saat kios miliknya dihancurkan petugas dengan alat berat.
Ia mengaku penertiban yang dilakukan Satpol PP tidak adil karena hanya menyasar kepada PKL kecil, tetapi membiarkan sementara usaha wisata yang besar.
“Satpol PP, Bupati Bogor tidak punya hari nurani. Kami rakyat kecil dibongkar, tetapi yang besar besar kok tidak?” cetus Sujadi, mengutip dari Berita Satu.
Lalu satu pedagang lainnya bernama Karim mengatakan, dari dulu kawasan Puncak sudah macet. Dia memberi contoh kawasan Puncak lainnya.
“Iya ada (pemberitahuan), alasannya macet, dari dulu juga udah macet. Karena ada pengembang, dia korbankan rakyat. Itu lihat Pasar Cisarua, Megamendung pada keluar macet motor, mobil, 5 menit, kenapa yang disalahkan dan dikorbankan pedagang,” kata Karim, dikutip dari Detikcom pada Senin (24/6/2024).
Ia pun meminta pemerintah untuk berpikir dampak positif adanya pedagang. “Ini kalau nggak ada pedagang jam 2 malam longsor siapa polisi dan Pol PP, ini pedagang yang berjaga, ambil positifnya,” kata dia.
Dia mengaku memiliki 1 lapak yang telah puluhan tahun beroperasi. Karim bahkan sempat mencoba pindah ke rest area, namun hasilnya jauh dari kata untung.
“Kami sudah coba 3 bulan di rest area, modal Rp 300 (ribu), cuma dapat Rp 30 ribu karena sistem dari rest area,” katanya.