BANDUNG — Langkah efisiensi anggaran yang diterapkan di Kementerian Kesehatan akan berdampak pada pengadaan vaksin dan obat.
Meskipun demikian, pemantauan realisasi efisiensi ini akan terus dilakukan hingga Juni 2025.
“Memang ada beberapa yang terkena, misalnya vaksin dan obat. Tapi kembali lagi kita akan lihat realisasinya sampai bulan Juni. Karena vaksin dan obat itu kan ada stok juga dua bulan,” ujar Budi kepada awak media di Jakarta seperti dilansir dari laman Instagram flashtirto.co.id, Kamis (6/2/2025).
Dengan mempertimbangkan adanya stok tambahan selama dua bulan, Budi menilai bahwa anggaran pengadaan vaksin dan obat masih dapat dikurangi menjadi 10 bulan, dari yang sebelumnya dialokasikan untuk 12 bulan.
“Kami menganggarkan kan untuk 12 bulan. Sebenarnya setelah kita lihat, oh sebenarnya kami bisa reduce ke 10 bulan dong,” jelasnya.
Namun, ia mengakui bahwa ada kekhawatiran terkait pengurangan anggaran ini, mengingat pencairan anggaran dari pemerintah sering kali baru bisa dilakukan pada bulan Maret.
“Walaupun, teman-teman bilang, Pak, itu [anggaran 12 bulan] butuh, karena kadang-kadang anggaran kita kalau diberikan kan baru bisa ditariknya itu bulan Maret,” tambah Budi.
Langkah efisiensi anggaran ini dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Berdasarkan data pemerintah, Kementerian Kesehatan memiliki anggaran sebesar Rp105,7 triliun untuk tahun 2025. Namun, dengan kebijakan efisiensi, kementerian tersebut akan melakukan pemangkasan hingga Rp19 triliun.
“Kemarin sudah kita ajukan ke DPR, jadi sudah disetujui efisiensi Rp19,6 triliun itu,” tutup Budi.